Gan nih ada meja marmer kuno antik, harga Rp. 5 jutaan. Minat hubungan HP 082265115455
Senin, 30 September 2013
KUNTILANAK DALAM NOGOSUI
Salam buat semua penggemar akik nogo sui
Nih aku punya akik murah lagi cukup Rp.150.000 barang sudah sampai
Minat hubungi HP: 082265115455
Nih aku punya akik murah lagi cukup Rp.150.000 barang sudah sampai
Minat hubungi HP: 082265115455
NIKMATNYA SUASANA GEDUNG FILM
Aku seorang pria lajang berumur
22 tahun. Dulu ketika belum banyak hiburan, hobiku adalah nonton film di gedung
bioskop. Kalau dompetku lagi tebal aku nontot di gedung bioskop kelas satu.
Kalau uangku tinggal sedikit aku nonton dikelas misbar (grimis bubar). Aku
tidak memperdulikan tempat yang penting hobiku tersalurkan. Ketika itu aku
sedang antri membeli tiket masuk, aku memilih kelas vip. Ditengah-tengah
antrian ada seorang gadis yang menegurku.
“Mas...., tolong aku dibeliin tiket sekalian.” Aku
berpaling kebelakang, dia tepat sekali ada dibelakangku. Wajahnya manis, tinggi
tubuhnya sekitar 150 cm. Aku mengangguk tanda setuju. Selama mengantri gadis
itu masih berdiri dibelakang. Dari bagian belakang seperti ada benda lunak, dan
hangat yang menekan-nekan punggungku. Aku biarkan saja, aku masih ingin
menikmati sentuhan dua susu gadis itu. Kemudian aku membeli 2 tiket kelas vip
yang harganya waktu Rp. 6000. Setelah keluar dari antrean, aku ajak cewek itu
membeli minuman dan makanan kecil.
“Kenalin mbak....., namaku Diska. Namamu siapa ?
Aku mengulurkan tangan berjabat tangan.
“Namaku Anilawati.” Senyumnya yang manis
mengembang, telapak tangannya yang halus aku pegang erat.
“Yuk....masuk, nih kamu sudah aku beliin tiket.”
Aku mengajaknya masuk dalam gedung. Kami mencari tempat duduk kelas vip bagian
atas paling pojok.
“Nil....., kamu kok sendirian, tidak sama pacar.”
Aku mengajaknya bicara. “Tuh jajanannya dimakan dulu”
“Enggak.....sudah putus.” Sekilas wajahnya yang
manis tersipu-sipu. “Lagian dia nggak pernah ngajak aku nonton film.”
“Kalau gitu sama dong.” Aku berpaling kekiri dan
wajah kami bertemu. Hembusan nafasnya terasa harus dan hangat.
“Ah....mas pasti bohong.” Aku melihat ada keraguan
diwajahnya.
“Mau percaya ya sukur, yang jelas karena pacarku
dipaksa nikah oleh orangtuanya.”
“Ya....sudahlah, nggak perlu sedih begitu.”
Jawabnya menghibur. Hati yang sedang gundah mulai terhibur. Pembicaraan kami
terputus ketika tiba-tiba pet...pet....pet lampu ruangan gedung dimatikan.
Semua mata beralih kearah tembok bagian depan sebagai layar pertunjukkan.
Filmpun mulai diputar, semua penonton aku lihat mulai menghayati setiap adegan
dalam film itu. Namun perhatianku tidak tertuju pada layar pertunjukkan. Sambil
berbisik kami terus obrolan, kami mulai akrab. Aku mencoba menggemgam telapak
tangannya yang mungil. Nila sama sekali tidak menghindar, ketika telapak
tangannya mulai aku remas. Kami sama-sama diam, sambil sesekali melihat kearah
layar. Yang aku dengar hanya hembusan nafasnya. Genggaman aku lepaskan, tangan
kananku beralih merangkul pundak Nila. Nila sama sekali tidak protes ketika
pundaknya aku rangkul, tapi malah menyenderkan tubuhnya merapat dengan tubuhku.
“Nil.....kenapa kamu putus sama pacarmu.” Aku
berbisik dekat telinganya, takut mengganggu penonton yang lain. Rambutnya yang
panjang tergerai aku sibakkan.
“Ah......mas ngapain nanya itu lagi.”
“Pengin tau saja, mungkin masalahnya sama dengan
yang aku alami.”
“Ah......” Nila mengeluh perlahan ketika bibirku
menyentuh kuping telinganya. “Mas...., tolong jangan tanyain itu lagi, yang
jelas aku kecewa sekali.” Nila menjatuhkan kepalanya dalam dadaku, sambil
terisak-isak. Aku tidak tega, rambutnya aku usap-usap untuk menenangkan
hatinya.
“Nil....., maafin aku ya, aku tidak mau kamu sedih.
Jangan nangis, malu dong.” Kepalaku membungkuk berbisik dekat telinganya. Nila
hanya mengangguk dan dua tangannya melingkar memeluk tubuhku. Perhatian kami
tidak lagi tertuju pada setiap adegan yang tampil pada film itu lagi. Aku balas
pelukannya, aku cium pipinya yang halus lembut. Nila hanya diam saja, sementara
wajahnya semakin kuat tenggelam dalam dadaku. Nila mulai tenang, tangisannya
terhenti. Tangan kiriku mengusap-usap kepalanya, sedangkan yang kanan memeluk
pinggang Nila. Rasa nikmat itu kembali hadir, setelah 6 bulan aku ditinggal
pacarku. Aku lihat Nila tambah tenang, aku lihat mulai merasakan belaian dan
pelukakku. Dan Nila menjatuhkan kepalanya diatas pangkuanku, kini tangan
kananya menggenggam erat tanganku. Tangan kiriku yang tadinya membelai rambut
Nila, kini berpindah kepipinya yang halus, sisa-sisa air matanya aku hapus dari
sudut matanya. Kembali aku menundukkan wajahku, pipinya aku cium lembut,
kumisku menyapu setiap pori-pori kulit pipinya
yang harus baunya. Nilapun mulai menikmati kecupan bibirku dipipinya.
Sepertinya Nila sangat merindukan pelukan laki-laki. Sepertinya memberi
kesempatan sama aku. Nila menengadahkan wajahnya ketika ciumanku beralih
kekening, lalu turun mengecup kelopak matanya bergantian. Ujung hidungnya yang
mancung rucing aku kecup mesra. Kemudian seperti ada lenguhan tertahan dari
Nila ketika bibirnya aku kecup. “Aah.......” Nila mulai mendesah sambil memeluk
kepalanku kuat-kuat. Benar saja dugaanku, terbukti ketika bibirnya yang hangat
aku kecup disambutnya dengan lumatan. Rupanya Nila sudah pengalaman dalam hal
berciuman. Bibirnya mengulum bagian atas bibirku kuat-kuat. Kami semakin tambah
terbuai dalam ciuman yang panjang. Sementara tangan kananku tidak lagi memeluk
pinggangya, kini mulai meraba-raba bagian dada Nila yang membusung dari balik
bajunya. Nila yang sudah hanyut menikmati hangatnya kecupanku membiarkan saja
ketika sepasang susunya yang bulat besar itu aku remas-remas bergantian.
“Eeem....uuh......eeem.” Terdengar lenguhan halus
Nila tertahan oleh lumatan bibirku, ketika tangan kananku mulai menelusup
kebalik bajunya. Ada rasa halus dan lembut ketika permukaan kulit susunya aku
sentuh. Matanya terpejam seperti sedang menikmati setiap sentuhanku pada dua
bongkahan susunya bergantian. Nilapun tidak memprotes ketika talapak tanganku
menelusup kebalik BH mencari-cari isinya. Kini kerinduanku pada bongkahan susu
terobati, sepertinya bongkahan susu Nila tambah padat dalam genggamanku.
Sementara itu bibir kami masih saling melumat, dan lidah Nila mulai menjulur
masuk dalam rongga mulutku. Menjilat dan mengkait lidahku, mungkin sakit
nikmatnya Nila menyedot lidahku kuat-kuat sampai aku mengeluh panjang.
“Aaaaah.........eeeem.......sessss......” Aku
mengeluh panjang, sambil melepaskan hisapannya dari lidahku yang mulai terasa
pegel. Nila sepertinya tahu, hisapnya beralih kebibirku bergantian atas dan
bawah.
“Aaaaaah.......mas......” Nila melengh nikmat
sambil memanggilku ketika ujung pentilnya yang
tegak dan keras itu aku usap-usap.
Aku tambah gemas, susu dan pentil Nila yang halus
lembut itu terasa nikmat dalam genggamanku. Saking gemasnya pentil itu aku
pelitir bergantian. Sementara itu aku dan Nila yang sedanga terbuai oleh
panasnya asmara sama sekali tidak menghiraukan pertunjukkan film. Suasana
gedung yang gelap menghanyutkan aku dan Nila dalam kenikmatan asmara yang
sama-sama sudah lama terpendam.
Kini posisi kami berubah, Nila
tidak lagi tidur dalam pangkuanku. Ciumannya beralih keleherku yang
dikecup-kecup, mula-mula halus dan pelan, namun lama-lama menjadi kuat, mungkin
karena pengaruh dari pentil susunya yang aku pelintir-pelintir bergantian.
Tangan kanan Nila menggelayut erat pada leherku dan tangan kirinya menelusup
dalam bajuku. Pertama diusap-usap dadaku yang bidang, lalu tangan Nila beralih
meraba dan mengusap ujung pentilku.
“Uuuuuh.......Nila......” Aku melenguh nikmat
ketika ujung pentilku diremas.
Kini kancing baju bagian dada Nila aku lepas, lalu
BHnya aku angkat keatas dan sepasang susu itu menyembul keluar. Dari keremangan
aku dapat melihat indahnya susu Nila. Lalu aku remas gemah susu itu bergantian.
Rasanya susu itu tambah mengkal saja, apalagi pentilnya yang sudah tegang
berdiri dengan tegak menghiasi bongkahan susu. Aku makin penasaran demi melihat
sepasang susu Nila, kulit susunya putih bersih seperti berkilauan. Segera aku
rebahkan kembali Nila dalam pangkuanku, kepalanya menekan kuat kontolku yang
sejak tadi sudah ngaceng tegang sekali. Aku yang tidak tahan melihat bongkahan
susunya, segera menjatuhkan kepalaku dalam belahan susunya. Aroma susunya yang
wangi terasa nikmat ketika aku cium bergantian. Rasanya aku kembali menjadi
anak kecil yang suka netek pada ibunya. Kadang kumisku menggesek kulit susunya.
Bibirku mulai bekerja mengecup-ngecup bongkahan susu Nila. Yang membuatku
menjadi tidak tahan adalah ujung pentil Nila yang masih berdiri tegak, segera
saja aku caplok pentil yang kari sedangkan yang kanan kini aku usap-usap pakai
tangan.
“Uhk.......sesss.......sesttt.......” Nila melenguh
agak keras, seperti kaget menerima hisapan mulut pada ujung pentil sebelah
kiri. Tangannya menekan kuat kepalaku yang tenggelam pada permukaan susunya.
“Ssss......seessstttt........trus.......mas.....”
Aku semakin kuat menghisap dan melintir pentil Nila. Ujung pentil itu rasanya
nikmat banget didalam mulutku, lidahku tidak tinggal diam, ujung pentil Nila
aku jilat-jilat. Sementara Nila hanya memejamkan mata sambil menggelengkan
kepala menikmati hisapan mulutku pada pentilnya bergantian. Kadang susu kiri,
kemudian aku pengin menghisap yang sebelah kanan. Gesekan kepala nila yang
kuat, seperti menekan batang kontolku. Ada rasa nikmat pada batang kontolku
ketika tertindih kepalannya Nila.
“Uhk.......ahk.......Nil.........” Aku mengeluh
tertahan oleh besarnya susu Nila yang menyumbat mulutku dengan kuatnya. Dan
Nilapun seperti menghayati setiap hisapan bibirku pada pentilnya, dua tangannya
terus merengkuh kuat kepalaku, kadang ditekan kuat-kuat pada bongkahan susunya
sendiri.
“Auhk.......aaaah......aduh.......enak....mas...”
Nila mengeluh halus menikmatinya.
Tanganku seperti bergerak sendiri yang kiri
menggenggam susu bergantian, sementara yang kiri bergerak turun kearah paha
Nila yang hanya menggunakan rok mini. Pahanya yang halus aku usap-usap,
kulitnya yang masih kencang terasa halus dan hangat. Dua pahanya yang ramping
jadi sasaran telapak tanganku yang terus meraba-raba bergantian. Dan seperti
ada yang mengganjal lenganku, rupanya gundukan dibawah perut Nila yang masih
tertutup rok mini tertekan oleh lenganku.
“Aaah......uuuhk......sessstttt.....mas........trus.”
Nila hanya melengus halus ketika bagian bawahnya aku raba-raba bersamaan bagian
susunya yang masih aku hisap terus tanpa henti. Tangan kanan Nila tidak mau
kalah, pentilku masih dipelitir dua ujung jarinya yang runcing.
“Nil..........ukkkh.......sssettt......sess....Nila”
Akupun melenguh lagi ketika dari ujung pentilku sendiri muncul rasa nikmat yang
berkepanjangan. Demi mendengar desahanku, tangan Nila semakin giat merasa dan
melintir dua pentilku bergantian.
Dan ketika tangan kiriku mulai merambat naik keujung
pangkal pahanya, tangan kanan Nila dengan cepat menahannya kuat-kuat.
“Maassss........yang itu jangan.........” Tanganku
ditepisnya kuat-kuat. “Mas.......jangan dulu mas.......nikmati dulu susuku
saja.” Nila seperti menghiba, aku mengalah, aku ingin masih menikmati hangatnya
susu Nila.
Namun tanpa aku dan Nila sadari ternyata
pertunjukkan film sudah berakhir. Tiba-tiba byar, seluruh ruangan gedung terang
benderang. Aku dan Nila kaget, akhirnya kami menyudahi percumbuan itu. Aku dan
Nila sama-sama tersenyum sambil membetulkan kancing baju bagian atas. Kamipun
keluar meninggalkan gedung film. Tangan kiri Nila berpengangan erat pada lengan
tangan kananku. Bongkahan susu yang tadi baru saja aku nikmati terasa lembut
dan kenyal menyentuh lenganku.
“Nil.......perutku lapar banget, kita makan dulu
ya......”
“Ya mas.....aku juga lapar.”Nila tersenyum manis,
ada rasa bahagia dari raut wajahnya yang berseri-seri.
Aku ajak Nila menuju tempat parkir, dari kejauhan
nampak mobil hijau cerah dengan setia menanti majikannya. Kemudian aku
mengambil kunci kontal dari saku celana dan sedikit aku tekan locknya pintu
mobil sudah terbuka. Dari sebelah kanan aku masuk, terus aku buka pinti sebelah
kiri.
“Masuk Nil.....ayo masuk.” Nila masih berdiri dari
belakang mobil. Aku keluar mendekati Nila yang masih berdiri.
“Ayo......masuk.....kok bengong begitu. Ayo
naik......kita cari makan dulu” Nila sepertinya kaget ketika aku tegur. Aku
tuntun Nila supaya naik mobilku. Aku melangkah kearah kanan, setelah duduk
didepan stir, mesin segera aku nyalakan.
Sepanjang perjalanan menuju restoran Nila hanya
diam mematung. Aku menjadi tidak enak.
“Nil......kenapa kamu diam seperti itu. Apa kamu
kecewa sama aku. Kalau gitu maafin aku deh..” Aku menengok kearahnya sambil
menyetir.
“Mas.....jangan bilang gitu, aku tidak marah, aku
kaget saja.” Nila menyabut obrolanku sambil melempar senyum manisnya. Aku
merasa lega, ketika Nila memperlihatkan wajahnya yang berseri-seri.
“Kaget apa seneng dengan kajian didalam tadi.” Nila
hanya menunduk, pipinya merah merona tersipu malu. Lalu dijubitnya paha kiriku,
sampai aku terlonjak kaget untung tangan kananku masih bisa mengandalikan laju
kendaraan.
“Kamu ini, bukan itu maksudku tau.” Nampak Nila
sedikit merengut “Aku tadi kaget karena penampilanmu yang sederhana tidak
seperti dugaanku.”
“Itu kan hanya penampilan luarnya, kamu kan belum
tahu semuanya Nil.....”
“Ooo.....jadi Nila boleh tahu semua yang ada pada
diri mas Diska”
“Itu sih terserah sama kamu saja, kan kita sekarang
baru kenal” Jawabku sambil tetap memperhatikan jalan raya, kemudian aku banting
setir kearah kanan belok masuk halaman parkir retoran langgananku.
“Nila.....ayo turun, kita makan dulu.” Kami
melangkah masuk dalam restoran. Setelah mengambil daftar menu makanan, Nila aku
ajak duduk dibagian pojok restoran yang dekat dengan taman.
“Nil.......kamu tadi bilang pengin tahu aku
semuanya, apa tidak keliru nih.” Nila yang duduk disebelahku tangannya aku
genggam mesra.
“Emang kita baru kenal, tapi kan sudah seperti
sudah lama kenal. Buktinya tuh lihat sendiri saja dilehermu mas.” Anila tertawa
renyah sambil menunjuk-nunjuk bagian leherku. Aku tahu maksud Nila.
“Skor kita satu-satu, tuh lihat sendiri apa yang
tertinggal tadi didalam bajumu Nil...” Jawabku santai sambil menatap belahan
baju Nila yang sedikit terbuka. Dari celah itu aku lihat ada goresan merah
menghiap permukaan kulit susunya yang membusung indah. Nila hanya tersenyum
saja sambil mencubit pahaku keras, hampir saja aku berteriak.
“Mas Diska nggak keberatan kan, kalau aku kenal
lebih jauh lagi.”
“Kamu pengin kenal aku yang seperti apa sih”
“Ya semuanya mas......, aku pengin tahu kalau mas
lagi ngambek misalnya. Aku pengin tahu kalau mas Diska berangkat kerja, pengin
tahu lagi apa mas Diska masih punya pacar atau bener-bener sudah bubaran.” Nila
menatapku dalam-dalam sepertinya ingin tahu semuanya.
“Nil......aku pernah dikecewain, kamu juga pernah
merasakan dikecewain.” Aku menghela nafas panjang. “Kita butuh waktu untuk
saling mengenal lebih jauh lagi.”
Sementara obrolan kami berhenti, dua pelayan
resotan datang manghampiri kami sambil menghidang makanan.
“Silahkan dinikmati hidanganya pak....bu.....”
Dengan sopan pelayan itu menyapa kami berdua.
“Yuuk.......dimakan Nil, mumpung masih hangat,
perutku sudah lapar banget.” Nila mengangguk sambil berdiri. “Kamu mau kemana
Nil.” Tangan kirinya aku pegang.
“Ya mau makan dong mas.” Nila cekatan sekali
menyuguhkan makanan sama aku, aku menjadi terpana. Selama ini aku belum pernah
mendapat perlakuan lebih dari seorang perempuan. Kami melanjutkan makan sampai
selesai.
“Nil.....kamu masih mau menemani aku tidak.”
Tegurku sama Nila yang sedang meneguk air jeruk hangat.
“Nemani kemana mas....., aku pengin pulang....,
tolong diantar ya.” Aku agak kecewa demi mendengar jawabannya.
“Tadi kamu bilang pengin tahu kerjaanku. Kalau kamu
tidak mau ya tidak apa-apa, aku tidak memaksa.”
“Maafin Nila......, aku mau nemanin kok. Jangan
merengut gitu ahk.” Anila berusaha meyakinkan aku.
Setelah aku membayar semua makanan, kembali aku
gandeng tangan Nila menuju mobil. Segera aku meluncur kejalan raya menuju
rumahku. Nila aku ajak kerumah melihat-lihat semuanya. Karena waktu sudah
menjelang sore hari akhirnya aku antar Nila pulang. Sepanjang perjalanan kami
hanya diam, Nila yang aku ajak bicara hanya diam saja, rupanya diam sedang
tertidur pulas.
Pengalamanku yang menyenangkan 2
“Mas.........janji.........ya........mau jadi
suamiku”
“Ya.........Nit........kapan kamu mau jadi
istriku.......ta?”
“Ya........nikahi aku dulu, mau ya mas.” Aku lihat
ada kesungguhan dimata mas Jiprit, trus aku peluk erat. “Mas.........tadi
pejuhmu banyak banget masuk dalam rahimku, sekarang aku hamil.....dalam perutku
sudah ada benih anak kita mas.” Aku terus merengek-rengek sambil terisak takut
mas Jiprit tidak tanggung jawab.
“Nit........aku harus bersumpah pakai apa nit,
besok kalau kamu mau kita datang kepenghulu, kita nikah besok, kamu mau kah aku
nikahin.” Mendengar jawabannya yang sungguh-sungguh hatiku menjadi tenang.
“Aku capai banget, pelukin mas. Kamu tidur sama aku
ya mas.”
Setelah persetubuhanku yang
pertama, aku semakin keranjingan ingin selalu menikmatinya setiap saat.
Ditambah lagi oleh faktor usiaku yang masih belia, maka tuntutan birahi itu
semakin menjadi-jadi. Setiap ada kesempatan aku selalu mengulanginya, setiap
aku menginginkannya aku paksa om Jiprit untuk segera menuntaskannya. Sekarang
setiap bagian-bagian tubuhku mulai berubah total. Sepasang susuku yang dulu
hanya sebesar bola tenis, kini tambah membesar, pentilku juga ikut membengkak
akibat sering dilumat om Jiprit. Bagian memeku otomatis berubah total, bulu
jembut tambah lebat, mungkin kerana dapat tambahan vitamin dari air perjuh om
Jiprit. Biji itilku yang sering dijilat kini mencuat seperti keluar dari
sarangnya. Lubang memekku tambah longgar karena sering ditusuk kontal besar
milik om Jiprit. Punggulku mulai melekuk indah seperti gitar spanyol. Semuanya
memang berubah, termasuk penampilan fisikku. Meski demikian, sedikitpun tidak
mengurangi kecantikanku, bahkan teman-teman lelaki sering memuji penampilan
tubuhku semakin tambah seksi.
Sudah hampir enam tahun aku
bersama om Jiprit selalu melakukan persetubuhan tanpa diketahui oleh siapapun.
Setelah lulus SMA aku nagih janji sama om Jiprit. Yang siang itu ketika om
Jiprit membutuhkan penyaluran birahi, aku tagih janji ketika pertama kali
mengambil keperawananku.
“Mas....., kamu sayang nggak sih sama aku.”
“Nit......, kenapa kamu nanya begitu ?” Om Jiprit
mulai mencium pipiku.
“Mas........., masih ingat ketika kamu mengambil
keperawanku. Mas pernah janji apa sama aku.” Aku membalas ciumannya. Sementara
tangannya meraba, mulai meremas susuku.
“Oh itu........, ya jelas sayang dong. Aku tidak
mau Nitaku yang cantik ini diambil orang lain.” Remasannya membangkitkan
birahiku, kali ini aku coba bertahan. Aku ingin tahu janjinya yang dulu, aku
ingin tahu niat baiknya. Tangannya aku tarik turun meraba perut.
“Mas........mau kan janji suami Nita.”
“Ya....jelas mau jadi suami buat wanita secantik
Nita, aku tidak mampu menolak keinginanmu.” Perutku diraba-raba, tapi belum
tahu apa yang aku maksudkan.
“Mas........, sekarang benih yang sering kamu tanam
sudah tumbuh dirahimku. Aku hamil mas, mas maukan tanggunjawab sama aku.”
“Nit, jadi.....jadi.....sekarang kamu hamil.” Dia
nampak bahagia sekali, senyumnya mengembang. “Nit....kok baru bilang sekarang,
sudah berapa bulan Nit.” Lalu dipeluknya aku erat-erat.
“Mas.......sudah satu bulan. Mas mau ya tanggung
jawab sama Nita.”
“Sekarang aku akan bilang sama orangtuamu, aku mau
melamarmu sekarang. Kamu mau kan aku lamar.” Demi mendengar jawabannya aku
sangat bahagia sekali.
“Ya mas........, jangan sekarang, nanti malam
saja.” Aku lumat bibirnya kuat-kuat, namun itu hanya sebentar. Kemudian
direbahkan tubuhku, kepalaku bersandar pada pangkuannya. Tangannya
mengusap-usap lembut rambutku yang panjang terurai.
“Nit....., sekarang kamu pulang dulu ya, orang
tuamu dikasih tahu dulu.”
“Tapi mas......, aku masih pengin bersama kamu,
mas......aku bahagia sekali. Nanti malam datang ya....., aku sudah tidak sabar
pengin dilamar sama kamu.”
Malam itu mas Jiprit datang
kerumahku, dua orangtuaku menemui seperti biasa, mereka tampak akrab sekali.
Aku menyiapkan minuman dan makanan kecil.
“Maaf sebelumnya yang mas ya mbak. Kali ini
kedatanganku kesini ada hal penting yang mau aku sampaikan.” Aku tersenyum saja
sambil menghidangkan minuman.
“Ada apa dik, kamu itu sudah sebagai keluargaku
sendiri, tidak usah basa-basi begitu.” Ayah santai saja menanggapinya.
“Sukurlah mas, tapi kali ini aku mohon maaf kalau
ada kata-kataku yang kurang berkenal bagi kalian. Kedatanganku kali ini mau
menyampaikan hubunganku dengan Nita.” Sekilas aku melihat ada rasa kaget pada
ayah dan ibuku.
“Maksud dik Jiprit itu... hubungan seperti apa, kan
kita ini sudah menjadi keluarga dik.” Kali ini ibuku ikut bicara.
“Tadi mas dan mbak Bandi sudah menganggap kita sudah
menjadi keluarga. Tapi aku ingin ada ikatan keluarga yang sesungguhnya.”
“Maksud kamu bagaimana dik....., aku jadi bingun,
kamu membawa-bawa Nita.” Ayah dan ibu masih bingung. “Sekali lagi bicara terus
terang, biar aku tahu maksudmu dik.”
“Begini mas..., mbak. Ijinkan aku memanggil kalian
berdua bapak dan ibu. Dan aku minta ijin sama bapak dan ibu mau meneruskan
hubunganku dengan dik Nita.”
“Dik........aku jadi tambah bingung, terus terang
saja, ada apa ini.” Ayahku menjadi tambah bingung. “Nit.....Nita........kamu
kesini” Aku segera mendekat, lalu duduk disamping mas Jiprit.
“Maksudku bagini.” Mas Jiprit menghela napas
sebentar.”Begini Pak......bu........aku ingin meminang dik Nita menjadi
istriku.” Demi mendengar ucapan mas Jiprit dua orangtuaku terlonjak kaget.
“Apa, apa-apaan kamu dik.” Ayah bicara keras
membentak mas Jiprit, hatiku makin gelisah aku takut sekali dua orangtua tidak
merestuinya. Namun mas Jiprit nampaknya masih tetap tegar, tidak ada rasa
gentar.
“Pak......, bu.......bener aku mau melamar dik
Nita, aku mohon restuilah hubungan ini.” Mas Jiprit tetap berkata lembut dan
sopan.
“Nita.......nita.......apa bener kamu ada hubungan
cinta sama Jiprit.” Kali ini ayah membentakku, aku hanya mangangguk.
“Ya.....yah, Nita cinta banget sama mas Jiprit.”
Aku terbata-bata menjawabnya, meski ada rasa cemas dalam hatiku.
“Ayah tidak setuju, lebih baik hubunganmu sama
Jiprit bubar saja.” Ayah nampak marah sekali demi mendengar jawabanku.
“Pak.......sabar dulu.” Mas Jiprit menyela.
“Jiprit!! Diam kamu, aku tidak butuh lagi jawaban,
aku ingin kamu meninggalkan anakku.
“Mas, sabar dulu.....sabar mas.” Ibuku berusaha
menenangkannya, aku hanya dapat menangis sesenggukan, ketika ayah menarik
tanganku menjauh dari mas Jiprit.
“Sekarang, lebih kamu pulang. Keluar dari rumahku
Jiprit....keluar......sana keluar.” Akhirnya mas Jiprit mengalah, setelah pamit
dia melangkah keluar meninggalkan aku.
Kemudian ayahku memarahiku habis-habisan. Sementara
aku hanya bisa menangis, sedangkan ibu tidak dapat berbuat apa. Sejak saat itu
ayah melarang aku keluar rumah, aku dikurung dalam kamar. Setiap hari yang aku
lakukan hanya menangis. Aku hanya bisa berharap mas Jiprit datang lagi, meminta
pada ayah merestuinya. Untuk menenangkan kemarahan ayah, aku mengalah, aku
menurut. Dan ketika bulan kedua perutku semakin mual, rasanya seperti ada yang
mengganjal dalam perutku. Kali ini kehamilanku yang sudah tiga bulan, jadi
senjata agar ayah merestuinya. Ibuku yang sudah tahu kehamilanku, berusaha
membujuk ayah. Meskipun masih kecewa, ayah menyuruhku untuk menemui mas Jiprit.
Aku merasa lega kembali dapat
menemui mas Jiprit. Pagi hari aku segera datang menemui mas Jiprit dirumahnya.
“ Mas........mas.......mas Jiprit, ini aku Nita.”
Aku cemas sekali karena rumah mas Jiprit sepi, aku cemas sekali. Aku takut
sekali ditinggal sama mas Jiprit.
“Ada apa....Nit kok kamu datang kesini. Apa ayahmu
sudah tahu.” Nampaknya mas Jiprit baru bangun, aku yang sudah dua bulan
terkurung tidak dapat membendung rasa rindu. Aku segera menubruk mas Jiprit,
aku peluk erat-erat sambil menangis.
“Mas.......jangan tinggalin aku ya.” Mas Jiprit
membalas pelukakku, aku bahagia sekali demi merasakan kembali kasih sayang yang
selama dua bulan terputus.
“Ada apa Nit....”
“Gini mas....? Ayah dan ibu sudah tahu kehamilanku.
Mas...kamu nanti malam disuruh datang kerumah.”
Meski dengan berat hati
akhrinya ayah menyetujui pernikahan kami. Acara pernikahan berlangsung sangat
sederhana. Setelah semua selesai aku ikut suami yang pindah kontrakan. Tetapi
kami hanya menikmati perkawinan itu hanya tiga tahun. Perkawinan kami tidak
bertahan lama, setelah anakku berumur 2 tahun aku dengan terpaksa akhirnya
berpisah dari mas Jiprit yang sangat aku cintai. Ayahku menggunakan jasa preman
untuk mengusir mas Jiprit meninggalkan kota yang penuh kenangan. Aku takut
sekali kalau mas Jiprit sampai dibunuh, akhirnya aku mengalah demi keselamatan
mas Jiprit. Setelah berpisah aku disuruh kuliah di Jerman, sedangkan anakku
dibawa pergi oleh mas Jiprit entah kemana.
Minggu, 29 September 2013
Pengalamanku yang menyenangkan
Namaku Nita, kini umurku sudah
25 tahun, sekarang sudah bekerja sebagai seorang manager pada perusahaan ekspor
dan impor. Seharusnya aku sudah berumah tangga, tapi untuk saat ini aku belum
menemukan pria yang sesuai dengan sesui dengan selera seksku yang menggebu-gebu.
Aku merasa sudah bosan selalu berganti laki-laki. Aku sudah bosan menjadi budak
nasfuku sendiri yang sulit dikendalikan. Aku ingin mengakhiri semua petualangan
seksku. Ya... memang aku suka berganti laki-laki, tapi aku pilih laki-laki yang
menurutku sehat dan perkasa. Aku tidak pernah mengharapkan sesenpun uang dari
laki-laki yang pernah aku singgahi, aku hanya butuh penyaluran hasratku.
Aku menjadi maniak seks,
gara-gara aku mulai hubungan seks sejak masih usia dini. Orang yang pertama
kali mengambil perawanku adalah teman ayahku sendiri. Orang itu namanya Jiprit,
kedengarannya memang kampungan, tapi penampilan wajah dan postur tubuhnya yang
gagah membuat setiap wanita jatuh cinta. Postur tubuhnya tinggi besar ya
sekitar 170 cm, wajahnya ganteng dihiasi kumis tipis melintang dibibirnya.
Hidungnya mancung, tapi tatapan matanya sangat menawan, dan terlebih lagi
kelihatan berwibawa. Aaaaah.......ketika aku ingat sama om Juprit birahi sekku
bangkit. Sampai saat ini entah dimana kabarnya, entah dimana om Juprit berada.
Sejak aku mengikuti orangtuaku pindah kedaerah asalnya di Sulawesi samasekali
tidak pernah berhubungan dengan om Jiprit. Dari om Jiprit itulah aku yang pada
saat itu masih berusia 13 tahun mengenal hubungan sek.
Aku mengenal om Juprit sejak
berusia 5 tahun. Kebetulan waktu itu rumah kontrakan om Jiprit bersebelaha
dengan rumah kontrakan orangtuaku. Om Jiprit berprofesi sebagai mekanik sepeda
motor. Dari profesi itulah, maka bapakku sering minta tolong untuk menservis
sepeda motor. Terkadang om Jiprit datang kerumahku untuk sekedar memperbaiki
sepeda motor, dia sama sekali tidak mau menerima ongkos sesenpun, hanya ongkos
membeli onderdil saja. Katanya sih untuk nambah saudara diperantauan. Karena
servis motornya sangat memuaskan, sehingga hubungan om Jiprit dengan orangtuaku
sangat akrab. Saking akrabnya, om Jiprit menjadi leluasa bermain dirumahku.
Suatu ketika ibuku sedang
sakit, sampai harus opname selama satu minggu dirumah sakit, bapakku sibuk
bekerja, pulang kerja langsung kerumah sakit. Karena kondisi rumah sakit yang
penuh sesak, aku tidak diijinkan oleh bapak ikut menunggu ibu. Bapakku minta om
Jiprit tolong menjaga aku dirumah dan mengantar aku sekolah di SMP. Dengan
senang hati om Jiprit memenuhi permintaan bapakku. Om Jiprit sangat perhatian,
dia tidak segan-segan meninggalkan pekerjaan hanya untuk menjemput aku pulang
sekolah dan diajak mampir menjenguk ibu dirumah sakit. Dirumah om Jiprit selalu
menemani aku, bahkan selalu menyediakan makanan kesukaanku. Malam itu hujan
turun sangat deras sekali diselingi tiupan-tiupan angin, cahaya petir
berkilat-kilat masuk celah-celah kaca jendela, suaranya menggelegar.
Duaaaaaaaar............gledung............., pet.......listrik padam, rumahku
menjadi gelap gulita.
“Om......om.........aku
takut.........takut......om. Om Jiprit dimana.......om......kesini.......aku
takut banget.” Aku menjerit keras ketakutan, sekujur tubuh gemetar, dari celana
pendekku seperti ada air mengalir. Rupanya aku ketakutan sampai
terkencing-kencing. Aku yang saat itu sedang tiduran dikamar, mencari om Jiprit
yang sedang istirahat diruang tengah.
“Nit..........nit........om disini.” Aku dengar
langkah kaki om Juprit menuju kamar, karena gelap gulita akhirnya aku
bertubrukan dengan om Jiprit. Oommm...... tanganku mendekap dada, susuku yang
baru numbuh terasa pegal dan sakit ketambrak tubuh om Jiprit. Beruntung dua
tangannya segera merangkul tubuhku supaya tidak jatuh, aku dipeluk erat-erat.
Tubuhku yang setinggi bahu om Jiprit seakan tenggelam dalam pelukkannya.
“Nit......., kok aku mencium bau pesing.” Aku
kaget, ternyata celana pendekku basah. Untung keadaan rumah sedang gelap, jadinya
om Jiprit tidak melihat wajahku yang merah padam menahan rasa malu. Aku segera
melepaskan diri dari dekapan om Jiprit.
“Nit....., tunggu disini sebentar ya, aku mau
ngambil senter.” Om Jiprit mau melangkah, aku yang masih ketakutan segera
berpegangan erat pada lengannya.
“Om......., ikut ya aku takut banget.” Sementara
diluas hujan bercampur tiupan angin tambah deras, suara petir menggelegar
duaar........deeeeeeeeeer......memekakkan telinga. Aku terus mengikuti langkah
om Jiprit mencari-cari senter.
“Nit....., tuh celanamu basah, sana ganti dulu. Nih
senternya dibawah kekamar mandi.” Aku malu sekali ketika om Jiprit melihat
celana pendekku basah bau pesing lagi.
“Aku takut banget, temani ya om.” Aku menarik-narik
tangannya, memaksanya kekamar mandi.
“Nit......ayo masuk......aku diluar saja.” Om
Jiprit masih terus berdiri didepan pintu kamar mandi, karena aku paksa akhir
menemani aku didalam kamar mandi. Ketika aku sedang melepas baju, tiba-tiba
duaaaaaar......njegaaaaaaaar.......kembali suara petir menggelegar
menyambar-nyambar. Saking takutnya aku kembali memeluk tubuh om Jiprit, wajahku
aku sembunyikan pada dadanya yang bidang. Senter yang dipegang om Jiprit jatuh
kelantai, tubuhnya yang aku peluk sekuat tenaga tidak bisa bergerak. Aku hanya
mendengar degup jantungnya yang tambah kenceng. Terpaksa pahaku yang tidak
tertutup selembar kainpun tersentuh oleh telapak tangan om Jiprit. Kembali
kilatan pentir menyambar dan menggelegar, aku masih terus memeluk tubuhnya
kuat-kuat, tidak mau lepas, aku takut sekali. Mengetahui aku masih ketakutan,
tangan om Jiprit pindah keatas memeluk tubuhku yang sudah telanjang bulat, buah
dadaku yang baru seukuran bola tenes seperti tertekat perutnya. Rasa takukku
mulai berkurang manakala tangan om Jiprit mulai membelai bagian punggung.
“Nit........., nggak usah takut.....sana tubuhmu
disiram air dulu. Aku nunggu diluar saja ya Nit.” Tangan om Jiprit berusaha
melepas dekapan tanganku. Kemudian membungkuk mengambil senter yang tadi jatuh
dilantai, otomatis om Jiprit dapat melihat seluruh tubuhku yang masih telanjang
bulat. Matanya seperti tidak berkedip ketika cahaya senter itu mengerah pada
bagian dadaku yang sudah membusung. Saking takutnya, aku tidak menghiraukan
rasa malu sedikitpun.
“Ya.....om, tapi om nunggu didalam saja. Takut
pentirnya nyambar lagi.” Aku berbalik membelakangi om Jiprit, tubuhku aku siram
air, tapi bau pesing masih melekat pada bagian bawah tubuhku. Meskipun dingin,
terpaksa aku mandi lagi. Air mengguyur seluruh tubuhku, seluruh permukaan
tubuhku aku bersihkan pakai sabun mandi. Sementara om Jiprit yang masih
menemani aku, mengarahkan cahaya senter keseluruh tubuhku yang tertutup
buih-buih sabun. Aku cuek saja, aku santai saja, dua tanganku menggosok-gosokan
sabun keseluruh tubuh. Aku terlonjak kaget ketika suara guntur kembali
menggelegar keras
seklai......duaaar...........duaaaaaaaaar........glenduuuuuung. Rasanya seluruh
isi kamar mandi bergetar hebat, sampai pintu kamar mandi braaak...tertutup oleh
tiupan angin. Aku segera meloncat gemetar dan takut, tubuh om Jiprit aku
tubruk, aku peluk erat sampai pakaiannya basah oleh cipratan air dalam gayung
yang masih aku pegang. Untuk kedua kalinya, terpaksa tangan om Jiprit kembali
memeluk tubuhku yang gemetar ketakutan.
“Om........Nita taku banget.” Wajahku menengadah,
bibirku gemetaran. Dan tanpa sengaja wajah om Jiprit yang sedang menunduk
saling bertemu, bibirnya menyentuh keningku. Aku terus memeluk erat tubuh om
Jiprit, sementara dua telapak tangannya yang terasa hanget mengusap-usap
punggungku. Rupanya om Jiprit berusaha menenangkan aku.
“Dah Nit.......lepasin tanganmu, bajuku jadi basah
Nit.....” Bujukkan om Jiprit tidak bisa mengurangi rasa takut pada suara petir
yang terus menerus menggelegar. Rasanya aku aman dalam dekapannya yang hangat,
terpaksa dua tanganku menjepit sepasang tangan kekar om Jiprit. Rupanya om
Jiprit gelgapan karena aku tidak mau lepas dari pelukkannya.
“Om.......aku takut.........takut banget sama
petir.......om peluk Nita ya...” Wajahku masih menengadah, bibir tambah
gemetaran sampai gigiku gemeletuk menahan rasa takut. Tapi tanpa diduga,
bibirku bertemu dengan bibir om Jiprit yang rupanya mau bicara. Suara om Jiprit
gelagepan, manakala bibirnya aku gigit kuat-kuat. Perlahan rasa takutku mulai
hilang, tapi kali ini seperti ada perasaan aneh yang menyelimuti diriku. Rasanya
bibirku tidak mau lepas dari bibirnya yang tertahan oleh gigitan gigiku.
Bibirnya terasa hangat, aku tidak tahu perasaan apa yang melanda diriku. Yang
kutahu sekarang aku sudah mulai tenang, rasa takutku sudah hilang. Dan rasa
aneh terus menjalar manakal bibir om Jiprit berberak-gerak mau lepas dari
gigitanku. Gigitanku mulai longgar, tapi bibirku seperti tidak mau lepas dari
bibir om Jiprit yang terasa hangat. Sementara itu dua telapak tanganya yang
hangat membelai suluruh punggungku naik-turun. Aaaah........aku melengus pendek
ketika tangannya turun sampai bagian pantatku. Belaian tangannya terasa nyaman
sekali, aku sendiri tidak tahu perasaanku saat itu ketika tangan om Jiprit
masih meraba-raba bagian belakang tubuhku. Yang aku tahu hanya semakin memperketat
pelukanku. Yang aku tahu hanya semakin erat bibirku menyentuh bibir om Jiprit
yang terasa mulai kenyal seperti makan permen karet. Sampai suara petir
menghilang om Jiprit memaksa lepas bibirnya dari gigitanku.
“Nit.......kamu sudah tenag.........jangan
takut........Nit.” Dua tangannya memegang pipiku, matanya menatapku, seperti
menyakinkan aku supaya tidak takut lagi. “Nit.........sekarang kamu teruskan
mandi ya........tuh.......tidak ada suara petir lagi.” Kemudian tubuhku
didorong dengan halus, tapi kali ini karena suasan masih gelap dua telapak
tangannya tanpa disengaja seperti nyenggol bagian dadaku yang sudah membusung.
Kembali perasaan aneh muncul lagi, buah dadaku tidak sakit, tapi seperti ada
rasa aneh pada dua susuku. Telapak tangan om Jiprit rasanya hangat, seperti ada
rasa geli. Aku yang masih tidak tahu perasaan itu hanya diam dan mendesah
panjang......aaaah........oooh. Tapi perasaan itu hanya sebentar. Aku seperti
kecewa ketika om Jiprit melepaskan telapak tangannya dari permukaan kulit susuku
yang membulat.
“Nit.......lepasin dong tanganmu, bajuku
basah......dingin banget Nit.” Mesti ada rasa kecewa, terpaksa aku melepaskan
tanganku dari tubuhnya. Aku masih berdiri kaku, yang aku lihat om Jiprit sedang
ngambil senter dilantai, lalu digantung pada paku yang menempel ditembok.
“Lho.....kok kamu beluh mandi, tuh ditubuhmu masih
banyak sabun yang nempel.” Jari tangan om Jiprit menunjuk tubuhku yang hanya
tertutup oleh busa sabun. Kemudian om Jiprit melepas baju dan celana yang
basah. Aku yang waktu itu masih lugu dan tidak tahu perasaan yang melanda,
hanya diam mematung sambil melihat om Jiprit melepaskan baju ditengah
keremangan lampu senter. Yang aku lihat kini hanya celana dalam coklat yang
masih nempel pada bagian bawah perut om Jiprit. Dari balik celana dalam om
Jiprit seperti ada benda panjang yang nonjol dan bergerak-gerak. Aku yang masih
lugu sama sekali tidak tahu. Ketika segayung air menggujur tubuhku barulah aku
sadar, tapi aku seperti tidak dapat berbuat apa-apa. Angan-anganku seperti
melayar, rasanya bibirku masih hangat oleh sentuhan bibirnya. Dan tiba-tiba aku
kaget ketika dinginnya air berulang kali mengguyur tubuh, rasa dingin sekali
seperti bongkahan es. Sementara diluar hujan masih turun deras, kali ini tiupan
angin sudah berhenti, tapi masih terdengar suara guntur yang menggemuruh.
Kembali rasa takut yang tadi hilang muncul lagi, aku seperti tidak
memperdulikan rasa malu, ketika om Jiprit menguyur-guyurkan air menghilangkan
sisa-sisa busa sabun yang mesih menempel. Dan ketika om Jiprit menyiram bian
tubuhnya yang bau pesing akibat sisa air kencing yang masih nepel, suara petir
itu menggelegar sangat
keras......duar.........gleger..........der.......glendung. Aku terlonjang
kaget, segera mendekap erat tubuh om Jiprit yang masih telanjang dari arah
belakang. Gayung yang masih penuh dengan air terlepas dari tangannya.
Sepertinya om Jiprit kaget, apa karena petir atau pelukanku yang mendadak itu.
Terpaksa tangan om Jiprit turun karena pelukan tanganku. Lagi-lagi kejadian tiu
tidak disengaja ketika telapak tangannya seperti menyenggil bagian bawah
perutku, dan yang satunya lagi menyentuh permukaan kulit pahaku. Rasa takutku
pada suara petir semakin menjadi-jadi, dan aku semakin erat, tambah kuat
tanganku memeluk tubuh om Jiprit dari belakang. Kemudian yang aku rasa om
Jiprit membalikkan tubuhnya saling berhadapan. Petir itulah yang membuatku
tambah ketakutan, aku tidak berani melihat kilatan-kilatan cahaya petir lewat
celah-celah atap. Aku segera menyembunyikan wajah pada dadanya om Jiprit yang
masih telanjang. Gigiku saling menggigit menahan rasa sakit sampai berbunyi
gemeletuk. Bibirku juga gemetaran, sepertinya rasa takut itu tidak mau hilang. Malam
itu rasanya aku tersiksa oleh rasa takut, sedangkan hujan dan petir seakan
tidak mau berhenti. Meski demikian rasa aneh muncul lagi, dada bidang om Jiprit
rasanya seperti bertambah hangat. Aku semakin betah dan semakin kuat
menyembunyikan wajahku dan tanpa sadar gigiku mengigitnya keras-keras. Yang aku
dengar suara mengaduh menahan rasa sakit.
“Aduh.....aduh.......Nit sakit banget......lepasin
gigitanmu........dadaku sakit.” Aku hanya bisa mengurangi gigitanku, gigiku
sama bibirku seperti tidak mau lepas dari dadanya. Seperti ada perasaan lain
yang muncul dalam jiwaku. Yang aku rasakan dadanya om Jiprit tidak hanya
hangat, seperti benda kenyal yang masuk dalam mulutku. Kemudian om Jiprit
mengeluh panjang.
“Ooooh...........sest........ses.” Aku yang masih
polos tidak tahu apa yang sedang dirasakannya. Yang aku tahu mulutku seperti
tidak mau lepas dari benda kenyal yang nempel didadanya. Suasana malam yang
gelap diringi deru air hujan dan gemuruh petir, membuat aku dan om Jiprit
tambah larut pada perasaan aneh itu. Yang aku tahu rasa aneh itu seperti
berubah menjadi rasa nyaman. Lambat namun pasti, tidak disengaja aku mulai
merasakan nikmat mengigit, mengecup ujung dada om Jiprit.
“Uuh........set.......auh......om.” Hanya jeritan
kecil yang aku dengar keluar dari mulut om Jiprit. Sementara dua tangannya yang
hanya memeluk tubuhku kini mulai mengusap-usap punggungku. Bagian perutnya
seperti menekan kuat dua susuku yang tambah mengkal. Ujung bulu perutnya
seperti mengusap lembut ujung pentil susuku, sentuhan itu semakin kuat.
Sepertinya ada perasaan lain pada diriku kutika ujung pentilku tergesek-gesek
lembut. Tanpa aku sadari mulutku yang menempel erat pada ujung dadanya om
Jiprit mulai mengeluh.
“Eeh.......uuh......uuuuuuuh.” Hanya suara itu yang
keluar dari mulutku yang mesih mengigit, melumat ujung pentil om Jiprit. Dan
belaian tangan om Jiprit semakin menjadi-jadi, rasanya bongkahan pantatku
seperti diraba, kadang diremah halus. Rasanya ada seperti ada benda panjang
yang bergerak-gerak menempel diperutku. Benda itu seperti keras tapi lunak,
sepertinya benda aneh itu rasanya semakin hangat. Aku dan om Jiprit yang
semakin terbuai perasaan itu hanya saling melenguh bergantian, kadang suara
lenguhan itu terdengar besama-sama. Kini rasa aneh itu berubah menjadi nikat,
ketika tangan Om Jiprit mulai merasa bongkahan dadaku, ada rasa geli diujung
pentilku namun sebentar berubah nikmat. Dan jiwaku seperti melayang, wajahku
menengadah dan bibirku bertemu dengan bibirnya. Ya....aku sekarang sudah mulai
menikmati lagi lumatan bibir. Tanganku tidak lagi memeluk tubuhnya, tapi
sekarang sudah melingkar pada leher om Jiprit. Aku semakin kuat menggelantung
pada lehernya, aku semakin kuat manarik tubuhnya. Tubuh om Jiprit yang tinggi
akhirnya melengkung, membungkuk mengimbangi tubuhku yang hanya setinggi
bahunya. Kembali suara lenguhan-lenguhan terdengar bersamaan. Perasaan nikmat
itu kian menjadi-jadi, tatkala sepasang susuku digenggam dan kadang diremas
lembut. Pada sisi lain aku merasa benda aneh yang ada dibawah perutnya mulai
keluar dari celana dalamnya yang melorot sendiri karena basah. Benda itu
seperti tegak mengacung, rasanya menekan halus pada kulit perutku. Aku menjadi
penasaran pada benda panjang itu, dan tanganku lepas dari leher om Jiprit. Tapi
sekarang turun mencari-cari benda itu. Tanganku seperti bergerak sendiri,
seperti punya mata. Dan aku kaget benda itu rasanya bulat dan besar, telapak
tanganku seperti tidak mampu menggem semuanya.
“Aaaah.........uuuuh.........Nit........Nita.” Om
Jiprit mengeluh sampai bibirnya lepas dari lumatanku. Namun aku masih
penasaran, meski benda itu sudah aku genggam kuat-kuat. Benda itu rasanya keras
tapi kenyal, telapak tanganku sepertinya senang memegangnya.
“Oooh........, Om........,” Hanya suara itu yang
keluar dari mulutku, ketika jari om Jiprit mulai mengusap pentilku bergantian,
kadang dipilit lembut. Pentilku yang dulu masik melesak, sekarang seperti sudah
mencuat. Rasanya geli bercampur nikmat, ketika jari-jari om Jiprit memilin dua
pentil bersama-sama. Kami sudah tidak menghiraukan lagi suasana gelap dan
hujan. Yang aku rasakan kini hanya nikmat yang melanda sekujur tubuhku. Kini
tanganku mulai terbiasa menggengam benda miliknya om Jiprit. Jari tanganku
menelusuri sepanjang benda itu, dan ujungnya bentuknya aneh. Ujung benda itu
seperti beda dengan ujung benda milik anak laki-laki yang masih kecil. Aku
sering melihat milik anak kecil, tapi bentuk ujung masih lancip. Kok ujung
benda milik om Jiprit seperti....aku hanya bertanya-tanya dalam hati. Sulit aku
menebaknya seperti apa, tapi yang jelas beda banget sama punya anak laki-laki
yang sering aku lihat. Aku hanya menggesek-gesek, kadang jariku seperti
nyenggol lubang yang ada pada ujungnya.
“Uuuuh.........set.......sesst.....Nit.......oooh.”
Hanya itu yang terdengar dari mulut om Jiprit disamping kanan telingaku. Aku
semakin heran rasa nikmat itu semakin menjalar sekujur tubuhku. Apalagi ketika
kuping telingaku dilimat, kadang dijilat-jilat.
“Aaaaah...........om.........aaaaaaaah.” Aku hanya
mampu mendesah, mengeluh nikmat. Tangan kirinya mulai merambat turun meraba
perut, turun lagi meraba pahaku bergantian. Sementara tangan kanan om Jiprit
merengkuh punggungku dan bibirnya turun lagi pada leherku yang dikecup-kecup.
Dan rasa nikmat itu semakin lama semakin panjang. Bagian bawah perutku seperti
nikmat banget diraba-raba.
“Aaaaaah........” Aku melenguh lagi, ketika jari-jari
om Jiprit membelai bulu-bulu yang mulai tumbuh pada bagian kelaminku.
“Uuuuuuuuh.............aaahkkkkk.........seet.” Bibirku mendesis panjang,
rasanya enak banget sentuhan tangan dan jari itu pada bagian memekku, meski
kadang bercampur rasa geli. Aku yang sudah dibuai rasa nikmat, sama sekali
tidak protes, aku semakin senang ketika memekku diusap-usap. Kini dua telapak
tanganku saling menggam benda itu, ya aku pernah dengar kalau ibu-ibu bilang
pada anak lelakinya yang masih kecil kalau mau pipis. Ya.......aku mulai tahu
namanya. Benda bulat panjang miliknya om Jiprit namanya titit. Aku tambah
gemes, aku remas kuat-kuat tititnya om Jiprit.
“Ooooh.......aukh........Nit.......Nit.........terusin........trus..........trus.......trusiiiiiiiii.........siiiiiiin,
enak banget Nit.” Kali ini om Juprit semakin meracau tak karuan. Dan tiba-tiba
seperti ada hentakan nikmat ketika jari oh Jiprit memasuki belahan memekku.
“Ooom.........ooooom.........kok kayak
gini...............ooooom Nita enak banget...........trus...........trus...........truuuuuuuuuuus.”
Aku mengeluh panjang, dada oh Jiprit aku gigit kuat-kuat. Dan dari dalam perut
seperti ada yang meledak-ledak, entah perasaan apa itu, yang kutahui hanya
nikmat berkepanjangan dari memekku. Dan jari itu seperti menyentil ujung memek
ditengah-tengah. Biji kacangku ditengah belahan memek rasanya geli campur
nikmat.
“Ooooooooh...........sssset......enak..........nik...........nik........mat.......om.”
Om Jiprit tambah semangat menyentil kadang memilin biji memekku. Akhirnya
seperti ada yang mau keluar dari lobang memekku.
“Ssseeet.........akh..................auh.........enak............trus..........trussssss.........aku...........mau.........pipis......om”
Aku menjerit nikmat ketika dari lobang memekku seperti
cret.......cret........cret......cret.........creeeeeeeeeeet..........sluuuuuuuuuur.
Yang aku rasakan air pipis kali ini rasanya lain, tidak seperti biasa. Seperti
basah tapi memekku lengket, kali ini aku tidak tahu entah air pipih apa. Yang
jelas setelah pipis badanku seperti lemas tidak bertenaga. Memek sama bijinya
masih terasa nikmat oleh sentuhan tangan om Jiprit. Dan saking nikmatnya aku
jatuh terduduk dilantai sambil berpenggangan erat pada lehernya, om Jiprit
ikutan ambruk menimpa tubuhku.
Rupanya malam yang gelap ini
memberi pengalaman pertama bagiku. Malam ini aku merasakan nikmatnya sentuhan
lelaki dewasa. Tubuhku yang tidak bertenaga lagi seperti melayang dan terus
melayang. Malam gelap yang ditimpa badai, seakan menambah geloraku. Kini badai
itu melanda seluruh tubuhku dan tubuh om Jiprit yang tambah panas membara.
Rasanya aku tidak ingin badai itu segera berakhir, kini rasa takut hilang
berganti senang. Aku senang ditengah badai itu, gelombangnya seperti
mengayun-ayun seluruh gelora yang ada dalam setiap sendi-sendi tubuhku. Setiap
hempasannya aku nikmati dengan segenap tubuhku.
Aku tidak ingin rasa nikmat itu
hilang, aku mau lagi. Rasa nikmat itu tambah panjang ketika tangan kekar om
Jiprit menggendong tubuhku. Dua tangannya yang kuat mengangkat tubuhku pada
bagian punggung dan lutut. Tanganku melingkar pada lehernya, susuku yang
sebelah kanan terhimpit dada bidangnya. Ditengah temaramnya sinar lampu senter,
om Jiprit mulai melangkah sambil menggendongku. Setiap kali melangkap, dadanya
menggesek ujung pentilku yang kini menjadi tegang dan keras. Kini ujung
pentilku seperti keluar dari bongkahan susu, sepertinya sudah tegak. Titik om
Jiprit mengganjal bagian bawah pantatku, kadang menggesek lembut pada setiap
langkahnya. Om Jiprit sama sekali tidak merasakan beratnya tubuhku yang kini
sudah melayang. Dan yang paling menggelitik perasaanku adalah manakala dari
lobang memek seperti ada denyutan kuat. Terlebih biji memekku sekarang seperti
mencuat mau keluar dari sarangnya. Titik itu rasanya enak banget
menggesek-gesek belahan pantatku. Dan tubuh melayang, lalu jatuh terhempas,
yang kutahu kini sudah ada diatas kasur dalam kamar tidurku. Tubuh kami saling
menindih, kadang bergulingan dan ciuman om Jiprit merambat turun disekujur
tubuhku. Setiap jengkat tidak ada yang terlewatkan, ujung jempol kakiku rasanya
geli campur nilmat. Ketika aku membuka mata yang kulihat dikeremangan malam om
Juprit sedang mengulum ujung jempol. Lalu betisku dicium dikecup, ujung
kumisnya yang tipis itu menyapu setiap pori-pori. Yang aku mampu hanya mendesah
dan mendesah berulang kali. Kulit pahaku yang putih mulus tidak lepas dari
hisapan bibirnya. Lalu aku menjerit dan menjerit manakala bibir itu singgap pada
gundukan memekku.
“Aaaaaaaaah.............auh............uhuk..........uhuk.”
Aku melengus nikmat dan nikmat. Bibirku kadang meringis menahan rasa nikmat,
kadang aku gigit kuat-kuat. Setiap jengkal memekku disapu bersih, lidah itu
seperti menjulur-julur menelusuri belahan memekku. Pahaku aku pentangkan
lebar-lebar, dua tangaanya meraih bongkahan susuku dan diremas lembut. Aku
hanya mampu meringis dan menggeleng, pantatku aku angkat tinggi-tinggi seakan
memberikan seluruh bongkahan memekku.
“Oooooooooooom.....om.........om...........om...........sssssettt..........settttttttt,
memekku diapain kok nik.....nikm.................aaaaaaaaat
ba.....bang......ngeeeeet.” Aku terus meracau tak karuan. Dan akupun menjerit
lagi, tatkala lidahnya yang tajam mengait ujung biji memek.
“Aduh........aduh..........oahk........ehek...........bijiku................bij.........ji
memekku diapain.” Lidah itu seperti tambah ganap menjilat lobangku, kadang
bibirnya menelan habis semua biji memek. Kumis itu rasanya geli sekali setiap
menyapu belahan memekku. Pentilku tambah keras, kadang diusap, kadang dipilin,
dipencet. Sementara bongkahan susuku tambah mengkal setiap kali remasan itu
datang. Demi mendengar lenguhan nikmatku, om Jiprit semakin semangat menjilat,
kadang menghisap tidak peduli jepitan pahaku pada kepalanya. Dua tanganku
menekan keras-keras kepala om Jiprit, aku seperti tidak rela bibir dan lidahnya
lepas dari bongkahan memekku. Pahaku semakin kuat menjepit kepalanya yang jatuh
terjerembab dalam kubangan memekku. Aku biarkan bibir dan lidah om Jiprit
menikmati setiap jengkal memekku. Aku biarkan biji memek digigit lembut.
Jilatannya membuat aku melayang, setiap ujung sarafku seperti mau melepaskan
seluruh isinya.
“Uakhhhhh.........uah..............engkk..........egh........”
Biji memekku meledah ditelan habis, lalu seperti ada yang mau keluar dari ujung
memekku yang paling dalam. Nafasku tidar beraturan, seperti ada yang
melonjak-lonjak dalam perutku. Dan lalu aku seperti ada yang mengalir deras
dari lobang memek....cret........cret...........slur............slur...............sleeeeeeer.........crut.
Kembali air itu lepas dari dalam rongga memekku.....aku tekan
kuat-kuat.........sleeeeeer...................sllluuuuuuuuuuurrrrrrrrrrr.
Perasaanku sepertinya sudah lega.
“Aku puas.........nikmat.........oommm oooh
enaaaaak banget. Awaaaaaas aku ma..........mauuuuuu pipis.” Mulutnya melekat
kuat pada lobang memekku seperti tidak mau lepas. Aku sudah tidak tahan dan air
memekku keluar membasahi mulut om Jiprit. Namun lagi-lagi lidah itu seperti
menyapu seloroh lobang memekku yang sudah sangat basah, lidah itu terus
menjilat-jilat setipa air memekku tanpa sisa. Perasaanku ini sudah lega,
jepitan pahaku sudah longgar. Aku angkat kuat-kuat kepala om Jiprit.....lalu
plop.....plop.......plok.......mulutnya lepas dari bibir memekku.
“Ooom......maafin Nita ya.......tadi ngencingi
mulut om, maafin aku ya ooom.” Sekarang om Jiprit merangkak diatas tubuhku.
Tubuhku ditindih didekap erat.
“Nita..........kamu jangan bilang seperti itu, oom
seneng sekali sama air memekmu, rasanya gurih banget.”
“Itu kencing kan jijik om. Ih om Jiprit air kencing
kon dijilat, apa nggak jijik om.” Aku mencubit pinggangnya gemak.
“Aduh sakit.......sakit.......lepasin Nit, kok kamu
nakal sih.” Om Jiprit meringis kesakitan wajahnya yang ganteng keliatan tambah
lucu.
“Abis om Jiprit yang nakal duluan. Masak memek nita
dijilat-jilat, apa nggak bau.” Kembali tanganku membelai kepalanya dengan
mesra.
“Bau memekmu enak banget, seger lagi.” Dari arah
bawah titik om Jiprit menggesek-gesek belahan memekku yang mulai lebar. Ujung
titik itu sepertinya tajam sekali menyentuh, menekan biji memekku.
“Om Jiprit mulai ngawur lagi” Om Jiprit diam saja,
kini bongkahan susuku jadi sasaran empuk mulutnya. Susuku ditelan habis, ujung
lidah itu kembali menjilat pentilku. Satu tangannya kadang yang kiri, kadang
yang kanan meremas susuki bergantian. Gesekan bulu perutnya, menambah nikat.
Aku hanya diam pasram menerima setiap kenikmatan dari om Jiprit. Kenikmatan itu
membuat aku lupa diri, sampai tidak menyadari titik om Jiprit membuka belahan
memek perawanku. Berkali-kali ujung titit itu gagal, mungkin saking licinnya
memekku sering terpeleset. Yang aku rasakan titit itu tambah besar saja
memenuhi belahan memekku yang terbelah dua. Lobang memekku berdenyut-denyut
rasanya pengin menghisap kuat-kuat titit om Jiprit. Tangan kiri menjang titit
itu, aku tuntun menemukan lobang memekku yang masih sempit.
“Oommm.........masuk sini.........” Titit itu
menurut, ujungnya mulai masuk, tapi lobang seperti tertusuk, seperti tersayat.
“Aduh........adu.........pelan-pelan...........perih........sakit..........sakit
banget.” Aku merintih-rintih, bibirku meringis menahan sakitnya tusukan titik.
Om Jiprit menurunkan pantatnya, ujung titik itu menekan masuk bles......bles...
“Sakit.........perih
banget...........uukh......ukhh.......memekku sakit.” Aku menangis merasakan
sakitnya diperawani titit gede. Om Jiprit menunduk bibirku dilumat-lumat
bergantian dengan pentil susuku. Rasa nikmat kembali hadir dalam tubuhku, aku
mulai melupakan rasa sakit pada lobang memekku yang sudah robek. Dan titit itu
meski perlahan masuk lagi bles........berhenti, lalu........bles.......diam
lagi seakan memberi kesempatan pada memekku menerima kehadiran tititnya yang
keras dan besar lagi. Rasa sakit berangsur hilang, ada sedikit rasa nikmat yang
datang dari denyutan titit itu. Dan setelah lobang memekku tambah lebar, maka
titit itu.......blus.......blus masuk lagi meski baru separoh.
“Ahk.......ahak..........ahak.........uuuuuh, perih.............prih.........nikmat.”
Aku masih marasa ada rasa perih campur nikmat. Kembali titit itu
berdenyut-deyut supaya lobang memekku tambah lebar. Om Jiprit sabar sekali
mempermainkan lobang memekku yang masih perawan.
“Nit.........memekmu...........akh.......enak.” Om
Jiprit menindih tubuhku, sementara titit diam lagi dalam lobang memekku.
Kembali mulutnya melumat ujung pentilku yang makin gatel. Lumatan, gigitannya
membuat aku tambah mabuk kepayang, aku sodorkan dua bongkahan susuku, aku
biarkan om Jiprit menyusu. Aku mulai seneng menyusui laki-laki. Om Jiprit
seperti anak kecil, dia rakus sekali menyusu padaku. Rasa perih dalam memekku
kini sudah hilang, lobangku semakin lebar. Meski baru separo kontol om Jiprit
seakan memenuhi seluruh lobangku. Denyutan kontolnya seperti mengaduk-aduk
lobang memekku. Aah, kontol itu mulai menusuk lagi semakin
dalam......bles.....bles......bles.......bleseeeek. Bret.......breeeeet, aku
menjerit sakit.
“Auuuuuuuuuh.......ehek.......uh......uh.....ehek,
sakit banget...........memekku sakit banget. Om jahat banget......” Aku
menangis merintih-rintih. Memekku seperti mau sobek, memeku seperti tertusuk
sedalam-dalamnya. Memekku seperti mau pecah.
“Nit............sakit........ya, sebentar lagi
hilang. Nita.........memekmu enak banget.........” Om Jiprit yang masih
menindih tubuhku menghiburku, tangannya mengusap air mataku, lalu dikecup mesra
keningku. Kecupan pindah kemataku, pindah lagi kepipiku bergantian.
“Nit......makasih...........aku sayang banget sama kamu.” Kontolnya yang sudah
masuk semua diam kembali, aku mencoba kehadiran kontol itu. Dan aku bisa, aku
bisa menikmati hadirnya kontol itu dalam memekku. Tanganku memeluk erat-erat
punggungnya.
“Om........om sayang nggak sama Nita.”
“Ya jelas dong........om sayang banget sama kamu
nit, apalagi perawanmu sudah aku ambil.”
“Om.........sekarang nita sudah tidak perawan lagi.
Om.......mau tanggung jawab sama aku ya.” Aku terus merajuk-rajuk.
“Nit kamu tidak menyesal aku perawani.” Aku hanya
menggeleng. “Kamu ikhlas, peranwanmu aku ambil” aku hanya mengangguk setuju. Om
Jiprit memelukku erat banget sambil berbisik “Kamu mau aku tanggungjawab kayak
apa Nit.” Matanya metatap wajahku, aku membalas tatapannya yang seperti
meyakinkan aku.
“Nita penging om bertanggung jawab sebagai suami.”
Mendengar jawabanku om Jiprit hanya mengangguk setuju.
“Ya..........Nita, aku tanggung jawab.” Sebagai
balasannya aku semakin memperketat pelukan. Sekarang batinku sudah tenang. Rasa
sakit dalam memekku sudah hilang, aku tambah sayang.
“Mas.......ambillah tubuhku.........nikmati memekku,
pelan-pelan ya..........”
Mas Jiprit mulai lagi menusuk-nusuk memekku. Meski
pelan-pelan rasanya nikmat sekali. Tusukan kontolnya tambah mantap sampai aku
merem melek merasakan nikmat. Memekmu terus berdenyut setiap kali menerima
tusuk kontol itu, aku hisap kuat-kuat, bibirmu memekku seakan-akan menggigit
setiap jengkal botong kontolnya.
“Nit memekmu..........nit.............memekmu buat
aku. Niiiiiiitaaaaaa enak banget.....”
Kini memekku sudah terbiasa menerima tusukan
kontol, tambah lebar saja, air pejuhku makin deras mengalir memperlancar
tusukan kontol itu keluar masuk semakin lancar.
“Uh........ah.........uh........aaaah............terus
mas.............trrrus...........yang kenceng mas.” Kontol itu terus
menusuk-nusuk memekku. Batangnya menggesek-gesek ujung itil yang ikut-ikutan
keluar dari sarangnya. Tanganku berpegangan erat-erat meremas sprei kasur,
menahan nikmat derasnya tusukan demi tusukan kontol mas Jiprit. Aku pejamkan
mataku kuat-kuat menahan nikmat kontol mas Jiprit dimemekku yang sudah banjir.
Sementara dari atas tubuhku, nampak mas Jiprit semakin semangat memompa
kontolnya keluar-masuk dalam memekku. Bibirnya menyeringai menahan nikmat
setiap kali memekku berdenyut-denyut.
“Nita.......Nita.........oooooh......nit..........kamu
enak banget. Mem...........me.........mekmu ooooh.........uuuuh enak banget.
It........it......i......i....iiitiiiilmuuuuuuuu aahk Nit.” Mas Jiprit terus
mendesak nikmat. Aku balas tusukkan kontolnya, kadang dua kakiku yang melingkar
dipinggang aku tahan. Kontol mas Jiprit amblas semua dalam memekku, aku hisap
kuat-kuat dengan denyutan bibir memekku yang sudah sangat merekah. Kontol besar
terasa mengganjal sekali, lobang seperti penuh terisi oleh batang kontolnya
yang besar dan panjang. Dari dalam lobang memek, ujung kontol itu aku kait-kati
sama unjung memekku yang paling dalam. Sementara keringatnya keluar
menetes-netes, aku dan mas Jiprit terengah-engah mengejar kanikmatan birahi.
“Mas.......oooh.........mas........enak
banget.........kon........ko......ntolmu panjang banget.”
“Nit........lobang
memekmu.................uuuuuhkkuakh.........sempit banget..........njepit
banget.”
“Mas............tusuk..........gen........jot........aku.......akk.......uuuuu
mau keluar, trus............yang
banter........genjot.............mas...............memekkku................kellll.................kluar...........akh.....ahak......uuuuh......”
Dari tubang memekku seperti ada yang mengalir deras.......terasa seperti
cret.......cret....cret..cret..........creeeeeeeeeeeeetttttttttttt.
“Aaaaaaaaaaakh aku keluar mas.” Memekku berdenyut-denyut kuat sekali.
“Nit.........ta..........aku tidak
tahan......oukh.........aaahkkkk.”
Tubuh mas Jiprit ambruk menimpaku. Dan dari dalam
lubang kontol menyembur air banyak sekali,
sler.......slerrrrr........sleerrrr.....crot....crot.......crooott.....crooooooooottttttttt.
Air pejuh itu aku hisap kuat-kuat, aku telan semuanya masuk dalam rahimku
sedalam-dalamnya. Aku simpan air pejuh itu agar bercampur dengan benihku
sendiri. Rasa nikmat sekali pertama kali memekku waktu pertama kali minum pejuh
yang kental dan hangat sekali. Akhirnya tuntas sudah kenikmatan persetubuhannku
yang pertama kali. Aku coba lihat memekku sendiri, ternyata sudah bengkak, ada
tetesan darah perawanku. Rasanya memekmu seperti njador banget.
Langganan:
Postingan (Atom)