Namaku Tinggal, usia 29 tahun,
aku tergolong bujang tua. Hobiku bermain musik, karena permintaan para pemuda
dikampungku, akhirnya sepakat untuk membentuk grup orkes dangdut. Setiap malam
Kamis, mereka datang berkumpul mengadakan latihan rutin. Kehadiran grup orkes
dangdut kami disambut baik oleh masyarakat sekitar, termasuk remaja-remaja
putri yang punya bakat nyanyi ikut partisipasi. Dari kegiatan itulah ada remaja
putri Rindu namanya yang sangat dekat denganku, setiap sore hari datang kerumah
minta diajari bermain keyboard.
Ketika itu Rindu masih duduk
dikelas 5 SD, usianya sekitar 12 tahun, meskipun demikian pertumbuhan badannya
mulai nampak mekar. Wajahnya mulai kelihatan cantik, kalau makai celana pendek
tampak bulatan pantatnya yang menggemaskan. Suatu saat, ketika ayah rindu sibuk
memperbaiki sepeda motornya aku ikut melihat bersama para langganan yang lain.
Tanpa sengaja aku melihat Rindu sedang asyik bermain catur dengan adik
lelakinya. Mungkin karena suasana siang itu sangat panas, Rindu memakai kaos
singlet warna hitam, maka tampaklah tonjolan dadanya yang mulai mekar. Dua
pasang pentilnya yang sebesar biji kedelai nampak menonjol dibalik kaos
singletnya. Karena sedang asyik bermain catur, Rindu sama sekali tidak
menyadari kalau tonjolan dadanya dibalik kaos singlet sedang aku pandangi. Aku
penasaran, kemudian mendekatinya dari arah samping sebelah kiri. Aku
berpura-pura memperhatikan kesibukan ayahnya memperbaiki sepeda motor. Karena
semua orang sedang sibuk memperhatikan motor, aku punya kesempatan mencuri-curi
pandang kearah Rindu. Pas ketika aku nengok kanan, tampaklah tonjolan susu
Rindu yang sedang mekar dari belahan lengan singletnya. Aku terpana demi
melihat tonjolan susu yang baru tumbuh, ketika Rindu sedikit membungkuk lengan
singletnya tambah longgar. Dari bahan ketiak, tonjolan susu dan pentilnya
terlihat dengan sangat jelas. Kulit susunya tampak putih bersih, pentilnya
merah kecoklatan membuat mataku betah berlama-lama memandangi indahnya susu
yang lagi mekar.
Setiap hari minggu sepanjang
hari, waktu aku habiskan untuk mempelajari musik dangdut dari berbagai grup
musik. Sedang asyik-asyiknya aku menyusun partitur dikagetkan dengan kehadiran
Rindu. Karena sudah terbiasa bermain dirumahku Rindu bebas keluar masuk tanpa
basa-basi ataupun permisi. Siang itu penampilan Rindu sudah rapi, wajahnya tambah
cantik, bibirnya yang merah ranum tersenyum manis.
“Om....? Lagi sibuk ya....!” karena telingaku
tertutus headset tidak mendengar teguran Rindu.
“Om.....Om.....dipanggil kok diam saja!” Suara
tambah keras dekat telingaku, pundakku ditepuknya. Aku kaget, seketika
konsentrasiku pada musik buyar.
“Eh.....kamu.” Aku menengok kanan, sehingga tanpa
sengaja wajah kami saling bertemu. Hidupnya yang mancul tanpa sengaja mencium
pipiku. Dan Rindupun yang masih polos menganggap kejadian itu biasa-biasa saja.
Tapi bagi aku yang pernah mencicipi tubuh perempuan, kejadian itu membangkitkan
naluri kejantananku. Aroma tubuhnya yang harum, mataku membelalak memandangi
wajahnya yang lembut, sepasang matanya tampak sayu, bibirnya yang tipis
kemerahan tambah merekah.
“Om......headsetnya dilepas dong!” Tegurnya sambil
melendot manja dipundakku, sepasang susunya yang masih mengkal terasa kenyal
dan hangat. Aku segera melepaskan head seat.
“Ada apa Rin, kamu tadi sudah pamit sama ibu.”
“Enggak Om, aku dirumah sendirian, ortu sama adik
lagi pergi nengok nenek” Rindu menyambut teguranku. Kini dia melendot tambah
manja, sepasang tangannya melingkar dileherku. Mungkin karena Rindu sejak kecil
sering aku gendong, kali ini menganggap kejadian itu biasa-biasa saja. Aku yang
diajak bicara diam saja, menikmati sentuhan susunya yang terasa tambah keras
menekan punggungku.
“Om......Rin ajarin main keyboard dong.....aku
pengin pandai main musik seperti om”
“Ya.... bolehlah, tapi kamu harus sabar dan tekun
latihan ya.Sini kamu duduk disebelah om.”Aku geser kanan, memeri ruang rupaya
Rindu duduk disebelahku.
“Ya.....baik om.” Rindu segera duduk disebelah
kiriku depan keyboard.
“Gini Rin....kalau belajar musik pertama kali
jarimu harus dilatih memainkan tust, telingamu mendengarkan setiap nada yang
keluar dari tust.” Aku memberikan instuksi sambil meraih dua tangan Rindu,
kemudian aku letakkan jari-jarinya yang lentik diatas tust keyboard. Rindupun
mengikuti perintahku.
“Rin.... jarimu jangan kaku harus lentur supaya
tidak kesulitan menekan tust.” Rindu hanya diam dan menurut ketika jarinya aku
pegangi satu persatu. Mau tidak mau siku lenganku menyenggol gundukan susunya,
aku menycoba menahan nafsu sekuat tenaga.
“Ya.....seperti itu, jarimu harus lentur.
Sekarang.....lima jari tangan kirimu bergantian menekan tust.” Rindu menuruti
perintahku, meskipun masih nampak kaku lima jari kirinya bergantian menekan
tust. Aku terus mengamati, sambil sesekali membetulkan letak jarinya ditust.
Setelah mencoba sampai tiga kali, jari-jarinya mulai lincah memainkan tust
keyboard, Rindu tambah semangat berlatih. Tanpa disadarinya belahan leher
kaosnya yang rendah terbuka lebar, karena tubuhku lebih tinggi maka dengan
leluasa dapat memandangi indahnya gundukan susunya yang masih ranum. Karena
suasana siang hari tambah panas, Rindu tidak makai kaos singlet. Kulitnya yang
putih bersih menampakkan susunya yang tambah nyengkir gading, dua pasang
pentilnya yang masih sebesar biji kedelai sering kelihatan. Mataku sama sekali
tidak bisa berkedip demi melihat indahnya sepasang susu perawan kecil.
“Om....., kok melamut sih, kalau yang kanan
bagaiman ya om.....” Seketika lamunanku buyar, aku hanya tersenyum saja.
“Gini....Rin!” aku raih tangan kanan, lalu limas
jirinya aku taruh diatas tust.”Dimulai dari jari kelingking dulu, terus jari
manis, tengah dan jempol.” Sekali lagi Rindu menurut saja, meski dua pasang
susunya kesenggol siku lenganku. Susunya terasa kenyal disiku lenganku, karena
masih ingin berlama-lama menyenggol susunya, tanganku terus memegangi jarinya
bolak-balik memainkan tust. Rindu yang sedang semangat berlatih tidak menyadari
kalau susunya sedang gesek-gesek.
“Rin.... sekarang coba kamu latih dua jari tanganmu
bersama-sama.”
“Kan...sulit oh kalau dua tangan memainkan tust
bersama-sama.”
“Tidak sulit, coba liat om.” Aku segera bangkit
berdiri dibelakang Rindu sambil membungkuk. Dua tanganku memainkan tust
keyborda bersama-sama, aku mencoba nahan nafsu supaya Rindu tidak curiga kalau
rambutnya yang harum sedang aku cium.
“Bisa.....om, tapi pegangin tanganku ya om, supaya
tidak salah menekan tustnya.”
“Ya.....” Aku masih membungkuk dibelakang Rindu,
karena pandanganku terhalang oleh kepalanya, kepalaku aku turunkan kebagian
samping diatas pundak. Tanganku tidak mau lepas membantu tangannya bergerak
pelan diatas permukaan tust. Rindu tidak sadar kalau leher bajunya yang rendah
terbuka lebar. Mataku semakin dekat dengan leluasa memandangi indahnya sepasang
susu. Rindu juga tidak menyadari kalau pipinya tersentuh ujung hidungku, aroma
pipinya tambah wangi.
“Om.....berhenti dulu, aku kebeler pipis.” Rindu
bangkit menuju kamar mandi. Sedang asyiknya melamunkan keindahan susunya Rindu,
tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara teriakan rindu dari kamar mandi.
“Om.....ada ular, aku takut om......tolong om
temani aku!!!” Aku segera lari menuju kamar mandi.
“Dimana ularnya Rin.......”
“Didalam om....om masuk saja pintu tidak dikunci.”
Aku masuk, didalam aku lihat Rindu sedang mengigil ketakutan melihat ular
melingkar diatas kloset, dia tidak sadar kalau tubuh bagian bawahnya terbuka.
“Rin kamu diam saja dibelakang pintu, jangan
bergerak.” Aku mendekati ular itu, tangan kananku perlahan-lahan mendekat
menangkap leher ular. Aku banting ular itu seketika sampai mati, kemudian aku
keluar membuang ular diikuti rindu.
“Om......aku belum pipis, temanin didalam ya om.”
Rindu menggered tanganku ikut masuk kamar mandi. Rindu segera jongkok diatas
kloset, dan terdengar suara sluuuur...........seeeeeeer, rupanya air kencingnya
memancar deras memenuhi kloset. Aku yang berdiri dihadapannya dapat melihat
gugukan memeknya yang mengeluarkan air kencing. Karena saking takutnya Rindu
merasa tidak malu, bahkan dengan santai memberi kesempatan sama aku untuk
melihatnya, ketika tangan kirinya menceboki memeknya. Berkali-kali belahan memeknya
yang merah merekah diusap-usap. Kontolku yang dari tadi mulai tegang, tambah
ngaceng berdenyut-denyut memenuhi celana pendekku yang longgar. Setelah selesai
kencing Rindu berdiri turun dari kloset, karena basah kloset tambah licin
menyebabkan Rindu terpeleset jatuh. Karena dari tadi aku memperhatikan gundukan
memeknya yang masih bersih, dengan cepat tubuhnya aku tangkap. Aku peluk dia
erat-erat, Rindu hanya tersenyum saja, dan bahkan dua tangannya melingkar
dipinggangku mungkin karena taku jatuh lagi. Akhir kami berdua saling
berpelukan erat, dadanya yang membusung mengganjal perutku, aku cium rambutnya.
Karena masih ketakutan sama ular, Rindu menyandarkan kepalanya didadaku. Bahkan
ketika keningnya aku cium tidak protes sama sekali, merasa aman dalam pelukanku,
Rindu tambah pasrah. Ini kesempatan yang aku tunggu. Segera saja aku cium bola
matanya, hidungnya dan pipinya bergantian, sementara pelukan tanganku turun
kebongkahan pantatnya yang bulat. Rindu semakin terbuai oleh pelukan dan
ciumanku dipipinya, kemudian bibirku mulai melumat mesra sepasang bibirnya yang
merah ranum. Bibirnya aku lumat mesra, sementara bagian pantatnya aku belai,
aku raba kadang aku remas mesra. Rindu melenguh panjang
eeem.....aaaaah......aku tambah semangat melumat bibirnya yang menganga terbuka
memberi kesempatan lidahku masuk dalam mulutnya. Bibirnya mulai terbiasa
menerima menerima lumatan bibirku, aku cari-cari lidahnya kemudian aku kait
dengan lidahku, rasanya nikmat sekali. Dua tanganku tidak tinggal diam, sebelah
kanan bergesar kearah pahanya yang mulus halus, aku usap-usap pelan dan mesra.
Sementara tubuh Rindu tambah melengkung kebelakang, namun bibirnya tidak mau
lepas dari lumatanku. Tangan kiriku menahan tubuhnya supaya tidak jatuh. Namun
kesadaran kami bangkit kembali karena dikagetkan suara azan ashar. Percumbuan
kami akhiri, hari aku aku rasa cukup menikmati bibir dan bongkahan pantatnya
dulu, aku tidak mau tergesa-gesa, aku ingin memberi dia sensasi supaya tambah
penasaran.
“Rin...... latihan hari ini disudahi dulu ya.....,
kamu pulang dulu, nati dicari-cari sama bapakmu.” Pintaku sambil mengecup mesra
pipinya bergantian, supaya tidak ada kecurigaan dari ortunya Rindu.
“Ya......om, besok aku mau latihan lagi ya.....”
Aku mengangguk sambil melihat Rindu memakai celana.
Kemudian kami keluar dari kamar mandi, Rindu aku
antar sampai pintu depan. Rindu nampak tambah riang, tambah gembira. Akupun
tidak dapat melupakan kejadian dikamar mandi tadi, rasanya seperti mimpi dapat
menikmati ranum bibir perawan yang masih polos. Akupun makin tambah sayang sama
Rindu. Rindu juga demikian, setiap pagi akan berangkat sekolah mampir dulu
kerumahku hanya sekedar berpamitan.
“Rin.....kamu jangan bilang pada siapapun kejadian
dikamar mandi ya...., ini rahasia kita berdua.”
“Ya.....om, Rin janji tidak bilang-bilang, yang
penting om......tambah sayang sama aku.” Rindu mengedipkan mata mesra.
“Rin nih uang buat jajan disekolah ya......”
“Makasih ya......Rin sayang deh sama om....”
Aku memberikan uang RP. 10.000, Rindu kelihatan
senang mau menerima pemberianku. Kemudian dia berangkat sekolah dengan
teman-temannya. Sejak itu Rindu sering datang kerumahku untuk latihan atau
sekedar ingin kucumbui bibirnya yang menggemaskan. Meskipun demikian sampai
Rindu masuk SMP aku tidak punya niat untuk menyetubuhinya, rasa sayang kalau
memeknya yang masih ranum aku renggut keperawanannya. Aku hanya ingin
menciptakan suasana agar Rindu tambah sayang. Butuh waktu untuk mengubah rasa
sayangnya menjadi rasa cinta yang mendalam. Karena sampai Rindu tamat SMP belum
pernah mengungkapkan rasa cintanya padaku. Butuh kesabaran yang panjang, agar
Rindu mengerti aku lahir dan batin. Sampai suatu ketika, setelah Rindu duduk
dibangku SMA dia mulai mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya.
“Om.....Rin boleh nanya nggak, tapi om janji jangan
marah sama aku ya....”
“Ada apa....., kok tumbern kamu seperti itu...”
Jawabku penuh pengertian.
“Om..... kan sudah mulai tua, kok sampai hari ini
belum punya istri”
“Rin....Rin.....kamu ada-ada saja, mana mungkin ada
perempuan yang mau sama orang jelek seperti aku.” Jawabku santai.
“Ah.....om ini suka merendah. Om tidak jelek
kok......ya jelas ada perempuan yang mau dong....” Selorohnya sambil tersenyum
mesara.”Tapi om kan baik, suka merendah, tidak sombong. Itu yang disuka sama
perempuan om.”
“Kalau Rindu bagaimana..... sudah punya pacar belum
? Aku balik bertanya.
“Dari dulu ngak pernah nanya, ya jelas sudah punya
dong....orangnya baik lagi.” Mendengar itu aku agak kecewa. Aku diam, aku mulai
tidak tenang, aku mulai kawatir hubunganku sama Rindu bubaran.
“Om.....kok diam. Om marah ya sama Rindu.” Rindu
menepuk pipiku, lamunanku buyar “Jangan suka melamun say..... nanti cepet
tua........he.......heee.” Aku tertegun, rupanya aku sudah kena gurauannya.
“Awas ya..... nanti aku balas..” Aku menjawil
janggutnya, tapi Rindu menghindar.
“He.....tidak kena....tidak
kena....haa.....haaaa...” Rindu tertawa-tawa sambil menjulurkan lidahnya yang
menggemaskan.
“Sudah sayang......jangan marah terus. Tuh kalai
lagi manyun tambah jelek.” Tanganku diraihnya, lalu ditarus diatas dadanya.
“Lihat aku sayang.....tatap dalam-dalam mataku, nanti kamu tahu jawabannya.”
Kami saling berpandangan mesra bola matanya yang sayu,
degup jantung seakan memberi jawaban. Sekarang aku mengerti, dia bertanya
padaku karena rasa sayangnya.
“Ya......ya.....Rin, aku tahu.......kamu mau kan
jadi istriku.......kamu mau ya Rin.” Pintaku memelas. Rindu hanya meneteskan
air mata, sementara tangannya masih memegang erat pipiku. Cup....cup diciumnya
pipiku.
“Mas...... tadi aku bertanya seperti itu pengin
tahu isi hatimu. Aku janji mas, aku mau jadi......istrimu.” Rindu menjatuhkan
kepalanya dipangkuanku sambil menangis. Aku memeluknya dengan perasaan terharu
dan bahagia. Aku merasa bersyukur kali ini ada seorang gadis yang mau menemani
hidupku.
“Rin......terima kasih. Tapi kamu harus menerima
aku apa adanya. Aku ini bujang tua, tidak punya sanak saudara, aku dulu orang
sengsara, aku minder sama perempuan.”
“Mas...., bolehkan aku panggil mas.....” Rindu yang
masih sesenggukan memanggilku terbata-bata. “Kita sudah lama saling kenal, kita
sudah sama-sama tahu mas. Mas.... jangan ragu.....sudah lama aku memikirkannya,
baru hari ini aku ungkapkan perasaan cinta sama kamu.” Rindu bangkit mengecup
pipiki penuh kasih sayang berkali-kali.
“Rin......yang jadi masalah, apa ortumu sudah tahu
tentang hubungan kita ini.”
“Sudah tahu......ortu pernah menanyakan, tapi aku
belum memberi jawaban pasti.”
“Sekarang apa maumu Rin....?”
“Ya.....dilamar dong.” Aku lihat rona wajahnya
merah kesipuan. Aku tambah bahagia, lalu aku peluk pinggang yang ramping.
“Boleh.....yang penting kamu sudah siap, tapi kamu
bilang dulu sama ortumu ya....”
“Sekarangpun aku siap mas.”
Dua orangtua Rindu menyetujui
hubungan kami, bahkan ketika aku melamar mereka mendesak untuk segera menikah.
Aku setuju, tapi minta waktu tiga minggu untuk persiapan. Meskipun acara
pernikahan kami dilaksanakan sederhana, tapi membawa makna bagi hidupku, sekarang
aku sudah punya keluarga, sudah jadi milik perempuan yang aku cintai. Setelah
pernikahan selesai aku mengajak Rindu tinggal dirumahku. Rumah hasil jerih
lelahku waktu masih bujangan.
“Rin......rumah ini sekarang menjadi milik kita,
tidak lagi sepi, apalagi....apalagi.....kalau......”
“Kalau apa mas, jangan buat aku penasaran lho.” Aku
tidak menjawab, langsung aku bopong istriku masuk kamar.
“Rin......kamu tambah cantik......seksi lagi.” Aku
lumat bibirnya, kali ini kami bebas melakukan apa saja.
“Ya jelas......istri siapa dulu. Mas seneng kan
punya istri cantik.”
“Ya seneng, apalagi sama ini.” Aku remas lembut dua
susunya dari balik baju, istriku hanya melenguh manja. Kami saling berguling,
saling menindih diatas kasur.
“Rin.....boleh nggak aku melihat tubuhmua.” Rindu
hanya diam dan pasrah ketika bajunya aku buka sampai tenjang bulat. Dua puting
susunya yang dulu sering aku kenyot-kenyot berdiri tegang, kulit susunya yang
putih mulus membuatku tambah gemas. Aku pandangi dua susunya yang besar
menggunung bergantian. Rindu yang dulu sudah terbiasa aku lihat susunya hanya
membiarkan saja tanpa rasa malu.
“Rin.......kamu malu nggak susumu aku pandangin.”
Segera aku lumat pentil susunya yang indah, aku betah sekali kalau berlama-lama
menyusu. Dua tangan Rindu hanya membelai-belai kepala sambil ditekan kuat-kuat.
“Mas.......kamu ini aneh, belum jadi istrimu saja
tidak malu, apalagi sekarang...Nih tubuhku buat kamu semua.” Rindu menuntun
tanganku ditaruh pada memeknya yang berbulu tipis, tembem lagi. Ya....meskipun
dulu kami sering bercumbu, pernah megang memeknya, tapi aku tidak tega
mengambil keperawanannya. Aku tetap membiar keperawanan Rindu, aku ingin memerawani
ketika sudah syah jadi istriku. Wajah kami saling bertemu, aku seneng sekali
pada senyum manis dibibirnya yang dulu sering aku lumat.
“Rin....... kamu sudah siap jadi istriku.”
“Mas kok nanya begitu.” Bibirnya mengecup-ngecup
keningku mesra “Mas ini ada-ada saja, dari dulu aku sudah siap.” Tangannya
meluncur karah celana pendekku, lalu diturunkan. Kontolku yang sudah ngaceng
tegang keluar dari celana dalam. Rindu yang dulu sudah biasa megang kontol,
merasa tidak kikuk sama sekali, bahkan batang kontolku yang besar
diremas-remas.
“Gini sayang....... malam ini kontolku pengin masuk
dalam lobang memekmu, kamu mau aku perawani ya Rin....”
“Diperawani sama suami ya jelas mau....mas.” Rindu
tersipu, sekejap bibirnya sudah melumat bibirku, dikaitlah lidahku disedot
panjang-panjang sampai aku sulit bernafas. Aku mengimbanginya, tangan kananku
mengusap memeknya, dua jariku membuka lahan bbibir memek mencari biji itilnya.
Itilnya yang masih perawan rasanya kenyal. Aku telentang tubuhnya, aku cium
wajahnya, leher aku kecup sampai merah. Istriku hanya mendesak nikmat.
“Mas..........aaah.....mas........terusin, susuku
mas dihisap mas.” Dua putinting susunya aku hisap bergantian, sementara tangan
kiriku memilin-milik biji itilnya. Istri tambah nafsu, tangannya yang halus
mengurut-urut batang kontolku. Aku semakin tidak tahan, rasa pengin segera
masuk dalam lubang memeknya yang masih perawan. Istriku yang sudah nafsu
membuka dua pasang pahanya lebar-lebar, dengan bertumpu pada lutut dan tangan,
memeknya aku gosok-gosok pakai kontol, kadang dari arah atas bergantian.
Kontolku membuka belahan bibir memeknya yang halus, lembut dan terasa hangat.
“Mas......enak banget........uhuk........uh,
memekku diapain mas kok enak banget......mas......mas......kontolmu enak
banget.” Dua tangannya tambah erat memeluk leherku. Aku jadi tambah semangat,
kontol pelan-pelan mencari lobang memeknya yang sempit, berkali-kali
terpeleset. Kontolku sampai terasa ngilu......entah berapa kali gagal mesuk
lobang memekku istriku yang masih sempit. Rupanya istriku tahu, lalu tangannya
turun membuka belahan memeknya sendiri. Mata tak pernah lepas memandangi
indahnya memek istriku, biji itilnya nonjol keluar, lobang kawin dimemeknya
basah berlendir. Aku pegang kontolku, terus aku taruh pada lobong memeknya,
pelan namun pasti unjung kontolku mulai masuk, rasanya seret berdenyut-denyut.
Bibir istri meringis, sesekali terdengar lenguhannya.
“Sakit.........uh.......sakit.........pelan........mas,
memekku perih.” Sejenak aku biarkan kontolku sampai lobang memek istri dapat
menerimanya. Aku harus sabar, aku ingin Rindu merasakan nikmatnya diperawani.
Kembali aku tindih tubuh istriku, sepasang susunya terasa mengganjal dadu,
rasanya lembut, empul lagi. Aku lumat bibirnya yang merah merekah. Setelah
lobang memeknya mulai terbuka, kembali aku tusuk
pelan-pelan.....bles......bles.
“Mas pelan mas.........perih banget mas........mas
memekmu seperti terbelah mas........sakit.........uhuk.....uhuk........sakit
mas.” Bibir istri mengatup keras sesekali meringis menahan rasa sakit
dimemeknya. Aku kasihan sekali, akhirnya kontolku aku cabut, takut memek
istriku lecet sampai berdarah.
“Mas......kok kontolnya dicabut.......terusin
dong.” Aku usah air mata yang meleleh disudut matanya, ujung hidunya yang
lancing aku kecup. Ciumanku turus kesusu lali perut dan memeknya. Aku lumat
lembut bibir memekny yang kenyal, bau memeknya nikmat banget.
“Uu........uhukk........aaah......mas memekku
diapain........enak.........terus mas........gigit terus memekku mas...”
Lenguhan nikmat istriku membuat aku tambah semangat, lidah menjilat setiap inci
lobang memeknya sampai terasa ada biji itil yang tersenggol lidahku. Nikmat
banget biji itil istriku, aku isap kuat-kuat.
“Aaaaaaaaaakhh........aaah........mas........mas..........aku
mau pipis, lepasin.......lepasin memekku.”Dua pahanya yang halus lembuat
semakin kuat menjepit kepalaku. Aku hisap kuat-kuat ujung itilnya yang ngaceng
itu, sampai akhirnya.......sluuurrrrr.......cret.....cret.....cret, air
pejuhnya mengalir deras menyemprot bibirku yang masih nempel dimemeknya.
“Mas.........aku lemes banget, kamu nakal
mas.........masak itilku disedot-sedot..........mas rasain kena kencingku.” Aku
hanya tersenyum saja, tubuhnya yang sintal aku peluk erat.
“Rin.......tadi itu bukan air kencing.........tapi
yang keluar air pejuhnya.”
“Maafin aku ya mas.......saking enaknya terpaksa
aku kencing dimulutmu, habis.........mas ini bandel sih.”
“Rin.....boleh nggak aku ngambil
perawanmu.........kontolku pengin masuk dalam lobang memekmu......boleh ya
sayang.........”
“Ambil saja........mas..........aku ini istrimu,
ambillah mas........aku ikhlas.......aku bahagia.....mas.” segera aku kangkangi
tubuh istri, memeknya aku tusuk pelan-pelan, karena sudah banjir memek istriku
tambah licin. Tapi lobangnya masih sempit
dan......bles.....bles.........blus........blesek.
“Uuuhhh..........aaaaah.” istri menjerit bibir bawah
digigit. ”Memekku..........mas.........itilku..........mas enak
banget..........terus..........trus..........masukin kontolmu mas.” Aku tambah
semangat menggenjot memek istriku, tapi lobang memeknya menjepit kenceng sampai
kontol terasa ngilu, sulit digerakkan. Denyutannya tambah kuat-kuat, kontolku
seperti disedot kuat-kuat.
“Uuuuuuh.........uunaaaaaaah.........ehek......ehek.”
Aku hanya bisa mendesah menahan nikmatnya sedotan memek istriku.
“Rinnn......enak.........nikmat banget.........Rinnnnn memekmu sempit banget.”
Tubuhku ambruk tak bertenaga, istriku memeluk erat-erat, kontolku aku tanam
dalam-dalam pada lobang memeknya yang nikmat. Aku istirahat sebentar sambil
nyusu, pentilnya aku hisap, aku sedot-sedot, kadang tanganku meremas-remas
susunya yang padat. Ketika aku mau mencabut keluar kontolku dari lobang
memeknya, dua kaki istriku menekuk melingkar dipantatku.
“Mas...........kon......kon.....tolmu jangan
dicabut, biarkan memekku menikmati.........enak banget mas.”
“Rinn.......kontolku pegel banget........lepasin
sebentar ya......Rinnnn.” Tubuhku aku angkat, tapi tangan sama kaki istriku
makin kuat memeluk tubuhku.
“Enggak bisa.......biarin.........memekku
sakit.........kontolmu harus pegel. Rasain jepitanku.........aku sedot pujuhmu
sayang.........enak banget kontolmu mas.........jangan dicabut ya
sayang.......Biarkan memekku merasakan enaknya kontol.” Aku sayang sekali sama
Rindu, aku biarkan kontolku dinikmati memeknya yang baru hilang keperawannya.
Bahkan aku tanam dalam-dalam kontolku, sekarang rasa pegel sudah hilang. Aku
bangkit lagi, dengan bertumpu tangan, pantatku aku ayunkan naik turun,
pelan-pelan kontolku ngocok memek istriku, rasanya nikmat banget, memeknya
enak-kenyal. Satu jam kami menikmati persetubuhan pertama, sampai akhirnya aku
tidak kuat lagi menahan air pejuh.
Lalu....slur.....slur..........sluuuuuuuuuuur....cret......cret......creeeeeeeetttt,
air pejuhku memancar nyemprot dalam memek istriku. Tubuhku ambruk menindih
istriku, sementara dua kaki istriku menjepit kembali pantatku.
“Mas......enak banget.............cintamu nikmat
mas............air cintamu hangat banget mas....” Tangannya merangkul erat
leherku ditarik bibirnya melumat kuat-kuat bibirku. Memeknya tambah kuat
menggigit kontolku, air pejuhku dihisap kuat-kuat sampai habis.
“Mass.......aku cinta kamu...........mas hamili
aku, aku pengin mengandung anakmu masss.”
“Makasih ya Rin, makasih banget kamu mau jadi
istriku..........cintamu enak banget.”
“Iya mass.........aku bahagia sekali perawan
dinikmati suamiku tercinta. Mas kamu suamiku buat selama-lamanya.” Akhirnya
kami tertidur pulas, tapi istri balik posisi diatas, kontol masih dijepit
memeknya, tahan kuat-kuat tidak boleh keluar.
Menjelang dua
bulan kemudian istri terlambat bulan, istriku hamil, aku makin tambah sayang.
Dan yang lebih lagi istriku tambah mengerti kesibukkanku dikantor. Rumahku
sekarang tambah bersih, rajin dan indah. Meskipun Rindu sedang hamil, sering
minta kawin, bahkan ketika umur kandungannya menjelang 9 bulan memeknya masih
semangat menerima tusukan-tusukan kontolku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar