Rabu, 25 September 2013

RINDU.....OH......RINDU......SUSUMU INDAH


Namaku Tinggal, usia 29 tahun, aku tergolong bujang tua. Hobiku bermain musik, karena permintaan para pemuda dikampungku, akhirnya sepakat untuk membentuk grup orkes dangdut. Setiap malam Kamis, mereka datang berkumpul mengadakan latihan rutin. Kehadiran grup orkes dangdut kami disambut baik oleh masyarakat sekitar, termasuk remaja-remaja putri yang punya bakat nyanyi ikut partisipasi. Dari kegiatan itulah ada remaja putri Rindu namanya yang sangat dekat denganku, setiap sore hari datang kerumah minta diajari bermain keyboard.
Ketika itu Rindu masih duduk dikelas 5 SD, usianya sekitar 12 tahun, meskipun demikian pertumbuhan badannya mulai nampak mekar. Wajahnya mulai kelihatan cantik, kalau makai celana pendek tampak bulatan pantatnya yang menggemaskan. Suatu saat, ketika ayah rindu sibuk memperbaiki sepeda motornya aku ikut melihat bersama para langganan yang lain. Tanpa sengaja aku melihat Rindu sedang asyik bermain catur dengan adik lelakinya. Mungkin karena suasana siang itu sangat panas, Rindu memakai kaos singlet warna hitam, maka tampaklah tonjolan dadanya yang mulai mekar. Dua pasang pentilnya yang sebesar biji kedelai nampak menonjol dibalik kaos singletnya. Karena sedang asyik bermain catur, Rindu sama sekali tidak menyadari kalau tonjolan dadanya dibalik kaos singlet sedang aku pandangi. Aku penasaran, kemudian mendekatinya dari arah samping sebelah kiri. Aku berpura-pura memperhatikan kesibukan ayahnya memperbaiki sepeda motor. Karena semua orang sedang sibuk memperhatikan motor, aku punya kesempatan mencuri-curi pandang kearah Rindu. Pas ketika aku nengok kanan, tampaklah tonjolan susu Rindu yang sedang mekar dari belahan lengan singletnya. Aku terpana demi melihat tonjolan susu yang baru tumbuh, ketika Rindu sedikit membungkuk lengan singletnya tambah longgar. Dari bahan ketiak, tonjolan susu dan pentilnya terlihat dengan sangat jelas. Kulit susunya tampak putih bersih, pentilnya merah kecoklatan membuat mataku betah berlama-lama memandangi indahnya susu yang lagi mekar.
Setiap hari minggu sepanjang hari, waktu aku habiskan untuk mempelajari musik dangdut dari berbagai grup musik. Sedang asyik-asyiknya aku menyusun partitur dikagetkan dengan kehadiran Rindu. Karena sudah terbiasa bermain dirumahku Rindu bebas keluar masuk tanpa basa-basi ataupun permisi. Siang itu penampilan Rindu sudah rapi, wajahnya tambah cantik, bibirnya yang merah ranum tersenyum manis.
“Om....? Lagi sibuk ya....!” karena telingaku tertutus headset tidak mendengar teguran Rindu.
“Om.....Om.....dipanggil kok diam saja!” Suara tambah keras dekat telingaku, pundakku ditepuknya. Aku kaget, seketika konsentrasiku pada musik buyar.
“Eh.....kamu.” Aku menengok kanan, sehingga tanpa sengaja wajah kami saling bertemu. Hidupnya yang mancul tanpa sengaja mencium pipiku. Dan Rindupun yang masih polos menganggap kejadian itu biasa-biasa saja. Tapi bagi aku yang pernah mencicipi tubuh perempuan, kejadian itu membangkitkan naluri kejantananku. Aroma tubuhnya yang harum, mataku membelalak memandangi wajahnya yang lembut, sepasang matanya tampak sayu, bibirnya yang tipis kemerahan tambah merekah.
“Om......headsetnya dilepas dong!” Tegurnya sambil melendot manja dipundakku, sepasang susunya yang masih mengkal terasa kenyal dan hangat. Aku segera melepaskan head seat.
“Ada apa Rin, kamu tadi sudah pamit sama ibu.”
“Enggak Om, aku dirumah sendirian, ortu sama adik lagi pergi nengok nenek” Rindu menyambut teguranku. Kini dia melendot tambah manja, sepasang tangannya melingkar dileherku. Mungkin karena Rindu sejak kecil sering aku gendong, kali ini menganggap kejadian itu biasa-biasa saja. Aku yang diajak bicara diam saja, menikmati sentuhan susunya yang terasa tambah keras menekan punggungku.
“Om......Rin ajarin main keyboard dong.....aku pengin pandai main musik seperti om”
“Ya.... bolehlah, tapi kamu harus sabar dan tekun latihan ya.Sini kamu duduk disebelah om.”Aku geser kanan, memeri ruang rupaya Rindu duduk disebelahku.
“Ya.....baik om.” Rindu segera duduk disebelah kiriku depan keyboard.
“Gini Rin....kalau belajar musik pertama kali jarimu harus dilatih memainkan tust, telingamu mendengarkan setiap nada yang keluar dari tust.” Aku memberikan instuksi sambil meraih dua tangan Rindu, kemudian aku letakkan jari-jarinya yang lentik diatas tust keyboard. Rindupun mengikuti perintahku.
“Rin.... jarimu jangan kaku harus lentur supaya tidak kesulitan menekan tust.” Rindu hanya diam dan menurut ketika jarinya aku pegangi satu persatu. Mau tidak mau siku lenganku menyenggol gundukan susunya, aku menycoba menahan nafsu sekuat tenaga.
“Ya.....seperti itu, jarimu harus lentur. Sekarang.....lima jari tangan kirimu bergantian menekan tust.” Rindu menuruti perintahku, meskipun masih nampak kaku lima jari kirinya bergantian menekan tust. Aku terus mengamati, sambil sesekali membetulkan letak jarinya ditust. Setelah mencoba sampai tiga kali, jari-jarinya mulai lincah memainkan tust keyboard, Rindu tambah semangat berlatih. Tanpa disadarinya belahan leher kaosnya yang rendah terbuka lebar, karena tubuhku lebih tinggi maka dengan leluasa dapat memandangi indahnya gundukan susunya yang masih ranum. Karena suasana siang hari tambah panas, Rindu tidak makai kaos singlet. Kulitnya yang putih bersih menampakkan susunya yang tambah nyengkir gading, dua pasang pentilnya yang masih sebesar biji kedelai sering kelihatan. Mataku sama sekali tidak bisa berkedip demi melihat indahnya sepasang susu perawan kecil.
“Om....., kok melamut sih, kalau yang kanan bagaiman ya om.....” Seketika lamunanku buyar, aku hanya tersenyum saja.
“Gini....Rin!” aku raih tangan kanan, lalu limas jirinya aku taruh diatas tust.”Dimulai dari jari kelingking dulu, terus jari manis, tengah dan jempol.” Sekali lagi Rindu menurut saja, meski dua pasang susunya kesenggol siku lenganku. Susunya terasa kenyal disiku lenganku, karena masih ingin berlama-lama menyenggol susunya, tanganku terus memegangi jarinya bolak-balik memainkan tust. Rindu yang sedang semangat berlatih tidak menyadari kalau susunya sedang gesek-gesek.
“Rin.... sekarang coba kamu latih dua jari tanganmu bersama-sama.”
“Kan...sulit oh kalau dua tangan memainkan tust bersama-sama.”
“Tidak sulit, coba liat om.” Aku segera bangkit berdiri dibelakang Rindu sambil membungkuk. Dua tanganku memainkan tust keyborda bersama-sama, aku mencoba nahan nafsu supaya Rindu tidak curiga kalau rambutnya yang harum sedang aku cium.
“Bisa.....om, tapi pegangin tanganku ya om, supaya tidak salah menekan tustnya.”
“Ya.....” Aku masih membungkuk dibelakang Rindu, karena pandanganku terhalang oleh kepalanya, kepalaku aku turunkan kebagian samping diatas pundak. Tanganku tidak mau lepas membantu tangannya bergerak pelan diatas permukaan tust. Rindu tidak sadar kalau leher bajunya yang rendah terbuka lebar. Mataku semakin dekat dengan leluasa memandangi indahnya sepasang susu. Rindu juga tidak menyadari kalau pipinya tersentuh ujung hidungku, aroma pipinya tambah wangi.
“Om.....berhenti dulu, aku kebeler pipis.” Rindu bangkit menuju kamar mandi. Sedang asyiknya melamunkan keindahan susunya Rindu, tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara teriakan rindu dari kamar mandi.
“Om.....ada ular, aku takut om......tolong om temani aku!!!” Aku segera lari menuju kamar mandi.
“Dimana ularnya Rin.......”
“Didalam om....om masuk saja pintu tidak dikunci.” Aku masuk, didalam aku lihat Rindu sedang mengigil ketakutan melihat ular melingkar diatas kloset, dia tidak sadar kalau tubuh bagian bawahnya terbuka.
“Rin kamu diam saja dibelakang pintu, jangan bergerak.” Aku mendekati ular itu, tangan kananku perlahan-lahan mendekat menangkap leher ular. Aku banting ular itu seketika sampai mati, kemudian aku keluar membuang ular diikuti rindu.
“Om......aku belum pipis, temanin didalam ya om.” Rindu menggered tanganku ikut masuk kamar mandi. Rindu segera jongkok diatas kloset, dan terdengar suara sluuuur...........seeeeeeer, rupanya air kencingnya memancar deras memenuhi kloset. Aku yang berdiri dihadapannya dapat melihat gugukan memeknya yang mengeluarkan air kencing. Karena saking takutnya Rindu merasa tidak malu, bahkan dengan santai memberi kesempatan sama aku untuk melihatnya, ketika tangan kirinya menceboki memeknya. Berkali-kali belahan memeknya yang merah merekah diusap-usap. Kontolku yang dari tadi mulai tegang, tambah ngaceng berdenyut-denyut memenuhi celana pendekku yang longgar. Setelah selesai kencing Rindu berdiri turun dari kloset, karena basah kloset tambah licin menyebabkan Rindu terpeleset jatuh. Karena dari tadi aku memperhatikan gundukan memeknya yang masih bersih, dengan cepat tubuhnya aku tangkap. Aku peluk dia erat-erat, Rindu hanya tersenyum saja, dan bahkan dua tangannya melingkar dipinggangku mungkin karena taku jatuh lagi. Akhir kami berdua saling berpelukan erat, dadanya yang membusung mengganjal perutku, aku cium rambutnya. Karena masih ketakutan sama ular, Rindu menyandarkan kepalanya didadaku. Bahkan ketika keningnya aku cium tidak protes sama sekali, merasa aman dalam pelukanku, Rindu tambah pasrah. Ini kesempatan yang aku tunggu. Segera saja aku cium bola matanya, hidungnya dan pipinya bergantian, sementara pelukan tanganku turun kebongkahan pantatnya yang bulat. Rindu semakin terbuai oleh pelukan dan ciumanku dipipinya, kemudian bibirku mulai melumat mesra sepasang bibirnya yang merah ranum. Bibirnya aku lumat mesra, sementara bagian pantatnya aku belai, aku raba kadang aku remas mesra. Rindu melenguh panjang eeem.....aaaaah......aku tambah semangat melumat bibirnya yang menganga terbuka memberi kesempatan lidahku masuk dalam mulutnya. Bibirnya mulai terbiasa menerima menerima lumatan bibirku, aku cari-cari lidahnya kemudian aku kait dengan lidahku, rasanya nikmat sekali. Dua tanganku tidak tinggal diam, sebelah kanan bergesar kearah pahanya yang mulus halus, aku usap-usap pelan dan mesra. Sementara tubuh Rindu tambah melengkung kebelakang, namun bibirnya tidak mau lepas dari lumatanku. Tangan kiriku menahan tubuhnya supaya tidak jatuh. Namun kesadaran kami bangkit kembali karena dikagetkan suara azan ashar. Percumbuan kami akhiri, hari aku aku rasa cukup menikmati bibir dan bongkahan pantatnya dulu, aku tidak mau tergesa-gesa, aku ingin memberi dia sensasi supaya tambah penasaran.
“Rin...... latihan hari ini disudahi dulu ya....., kamu pulang dulu, nati dicari-cari sama bapakmu.” Pintaku sambil mengecup mesra pipinya bergantian, supaya tidak ada kecurigaan dari ortunya Rindu.
“Ya......om, besok aku mau latihan lagi ya.....” Aku mengangguk sambil melihat Rindu memakai celana.
Kemudian kami keluar dari kamar mandi, Rindu aku antar sampai pintu depan. Rindu nampak tambah riang, tambah gembira. Akupun tidak dapat melupakan kejadian dikamar mandi tadi, rasanya seperti mimpi dapat menikmati ranum bibir perawan yang masih polos. Akupun makin tambah sayang sama Rindu. Rindu juga demikian, setiap pagi akan berangkat sekolah mampir dulu kerumahku hanya sekedar berpamitan.
“Rin.....kamu jangan bilang pada siapapun kejadian dikamar mandi ya...., ini rahasia kita berdua.”
“Ya.....om, Rin janji tidak bilang-bilang, yang penting om......tambah sayang sama aku.” Rindu mengedipkan mata mesra.
“Rin nih uang buat jajan disekolah ya......”
“Makasih ya......Rin sayang deh sama om....”
Aku memberikan uang RP. 10.000, Rindu kelihatan senang mau menerima pemberianku. Kemudian dia berangkat sekolah dengan teman-temannya. Sejak itu Rindu sering datang kerumahku untuk latihan atau sekedar ingin kucumbui bibirnya yang menggemaskan. Meskipun demikian sampai Rindu masuk SMP aku tidak punya niat untuk menyetubuhinya, rasa sayang kalau memeknya yang masih ranum aku renggut keperawanannya. Aku hanya ingin menciptakan suasana agar Rindu tambah sayang. Butuh waktu untuk mengubah rasa sayangnya menjadi rasa cinta yang mendalam. Karena sampai Rindu tamat SMP belum pernah mengungkapkan rasa cintanya padaku. Butuh kesabaran yang panjang, agar Rindu mengerti aku lahir dan batin. Sampai suatu ketika, setelah Rindu duduk dibangku SMA dia mulai mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya.
“Om.....Rin boleh nanya nggak, tapi om janji jangan marah sama aku ya....”
“Ada apa....., kok tumbern kamu seperti itu...” Jawabku penuh pengertian.
“Om..... kan sudah mulai tua, kok sampai hari ini belum punya istri”
“Rin....Rin.....kamu ada-ada saja, mana mungkin ada perempuan yang mau sama orang jelek seperti aku.” Jawabku santai.
“Ah.....om ini suka merendah. Om tidak jelek kok......ya jelas ada perempuan yang mau dong....” Selorohnya sambil tersenyum mesara.”Tapi om kan baik, suka merendah, tidak sombong. Itu yang disuka sama perempuan om.”
“Kalau Rindu bagaimana..... sudah punya pacar belum ? Aku balik bertanya.
“Dari dulu ngak pernah nanya, ya jelas sudah punya dong....orangnya baik lagi.” Mendengar itu aku agak kecewa. Aku diam, aku mulai tidak tenang, aku mulai kawatir hubunganku sama Rindu bubaran.
“Om.....kok diam. Om marah ya sama Rindu.” Rindu menepuk pipiku, lamunanku buyar “Jangan suka melamun say..... nanti cepet tua........he.......heee.” Aku tertegun, rupanya aku sudah kena gurauannya.
“Awas ya..... nanti aku balas..” Aku menjawil janggutnya, tapi Rindu menghindar.
“He.....tidak kena....tidak kena....haa.....haaaa...” Rindu tertawa-tawa sambil menjulurkan lidahnya yang menggemaskan.
“Sudah sayang......jangan marah terus. Tuh kalai lagi manyun tambah jelek.” Tanganku diraihnya, lalu ditarus diatas dadanya. “Lihat aku sayang.....tatap dalam-dalam mataku, nanti kamu tahu jawabannya.”
Kami saling berpandangan mesra bola matanya yang sayu, degup jantung seakan memberi jawaban. Sekarang aku mengerti, dia bertanya padaku karena rasa sayangnya.
“Ya......ya.....Rin, aku tahu.......kamu mau kan jadi istriku.......kamu mau ya Rin.” Pintaku memelas. Rindu hanya meneteskan air mata, sementara tangannya masih memegang erat pipiku. Cup....cup diciumnya pipiku.
“Mas...... tadi aku bertanya seperti itu pengin tahu isi hatimu. Aku janji mas, aku mau jadi......istrimu.” Rindu menjatuhkan kepalanya dipangkuanku sambil menangis. Aku memeluknya dengan perasaan terharu dan bahagia. Aku merasa bersyukur kali ini ada seorang gadis yang mau menemani hidupku.
“Rin......terima kasih. Tapi kamu harus menerima aku apa adanya. Aku ini bujang tua, tidak punya sanak saudara, aku dulu orang sengsara, aku minder sama perempuan.”
“Mas...., bolehkan aku panggil mas.....” Rindu yang masih sesenggukan memanggilku terbata-bata. “Kita sudah lama saling kenal, kita sudah sama-sama tahu mas. Mas.... jangan ragu.....sudah lama aku memikirkannya, baru hari ini aku ungkapkan perasaan cinta sama kamu.” Rindu bangkit mengecup pipiki penuh kasih sayang berkali-kali.
“Rin......yang jadi masalah, apa ortumu sudah tahu tentang hubungan kita ini.”
“Sudah tahu......ortu pernah menanyakan, tapi aku belum memberi jawaban pasti.”
“Sekarang apa maumu Rin....?”
“Ya.....dilamar dong.” Aku lihat rona wajahnya merah kesipuan. Aku tambah bahagia, lalu aku peluk pinggang yang ramping.
“Boleh.....yang penting kamu sudah siap, tapi kamu bilang dulu sama ortumu ya....”
“Sekarangpun aku siap mas.”
Dua orangtua Rindu menyetujui hubungan kami, bahkan ketika aku melamar mereka mendesak untuk segera menikah. Aku setuju, tapi minta waktu tiga minggu untuk persiapan. Meskipun acara pernikahan kami dilaksanakan sederhana, tapi membawa makna bagi hidupku, sekarang aku sudah punya keluarga, sudah jadi milik perempuan yang aku cintai. Setelah pernikahan selesai aku mengajak Rindu tinggal dirumahku. Rumah hasil jerih lelahku waktu masih bujangan.
“Rin......rumah ini sekarang menjadi milik kita, tidak lagi sepi, apalagi....apalagi.....kalau......”
“Kalau apa mas, jangan buat aku penasaran lho.” Aku tidak menjawab, langsung aku bopong istriku masuk kamar.
“Rin......kamu tambah cantik......seksi lagi.” Aku lumat bibirnya, kali ini kami bebas melakukan apa saja.
“Ya jelas......istri siapa dulu. Mas seneng kan punya istri cantik.”
“Ya seneng, apalagi sama ini.” Aku remas lembut dua susunya dari balik baju, istriku hanya melenguh manja. Kami saling berguling, saling menindih diatas kasur.
“Rin.....boleh nggak aku melihat tubuhmua.” Rindu hanya diam dan pasrah ketika bajunya aku buka sampai tenjang bulat. Dua puting susunya yang dulu sering aku kenyot-kenyot berdiri tegang, kulit susunya yang putih mulus membuatku tambah gemas. Aku pandangi dua susunya yang besar menggunung bergantian. Rindu yang dulu sudah terbiasa aku lihat susunya hanya membiarkan saja tanpa rasa malu.
“Rin.......kamu malu nggak susumu aku pandangin.” Segera aku lumat pentil susunya yang indah, aku betah sekali kalau berlama-lama menyusu. Dua tangan Rindu hanya membelai-belai kepala sambil ditekan kuat-kuat.
“Mas.......kamu ini aneh, belum jadi istrimu saja tidak malu, apalagi sekarang...Nih tubuhku buat kamu semua.” Rindu menuntun tanganku ditaruh pada memeknya yang berbulu tipis, tembem lagi. Ya....meskipun dulu kami sering bercumbu, pernah megang memeknya, tapi aku tidak tega mengambil keperawanannya. Aku tetap membiar keperawanan Rindu, aku ingin memerawani ketika sudah syah jadi istriku. Wajah kami saling bertemu, aku seneng sekali pada senyum manis dibibirnya yang dulu sering aku lumat.
“Rin....... kamu sudah siap jadi istriku.”
“Mas kok nanya begitu.” Bibirnya mengecup-ngecup keningku mesra “Mas ini ada-ada saja, dari dulu aku sudah siap.” Tangannya meluncur karah celana pendekku, lalu diturunkan. Kontolku yang sudah ngaceng tegang keluar dari celana dalam. Rindu yang dulu sudah biasa megang kontol, merasa tidak kikuk sama sekali, bahkan batang kontolku yang besar diremas-remas.
“Gini sayang....... malam ini kontolku pengin masuk dalam lobang memekmu, kamu mau aku perawani ya Rin....”
“Diperawani sama suami ya jelas mau....mas.” Rindu tersipu, sekejap bibirnya sudah melumat bibirku, dikaitlah lidahku disedot panjang-panjang sampai aku sulit bernafas. Aku mengimbanginya, tangan kananku mengusap memeknya, dua jariku membuka lahan bbibir memek mencari biji itilnya. Itilnya yang masih perawan rasanya kenyal. Aku telentang tubuhnya, aku cium wajahnya, leher aku kecup sampai merah. Istriku hanya mendesak nikmat.
“Mas..........aaah.....mas........terusin, susuku mas dihisap mas.” Dua putinting susunya aku hisap bergantian, sementara tangan kiriku memilin-milik biji itilnya. Istri tambah nafsu, tangannya yang halus mengurut-urut batang kontolku. Aku semakin tidak tahan, rasa pengin segera masuk dalam lubang memeknya yang masih perawan. Istriku yang sudah nafsu membuka dua pasang pahanya lebar-lebar, dengan bertumpu pada lutut dan tangan, memeknya aku gosok-gosok pakai kontol, kadang dari arah atas bergantian. Kontolku membuka belahan bibir memeknya yang halus, lembut dan terasa hangat.
“Mas......enak banget........uhuk........uh, memekku diapain mas kok enak banget......mas......mas......kontolmu enak banget.” Dua tangannya tambah erat memeluk leherku. Aku jadi tambah semangat, kontol pelan-pelan mencari lobang memeknya yang sempit, berkali-kali terpeleset. Kontolku sampai terasa ngilu......entah berapa kali gagal mesuk lobang memekku istriku yang masih sempit. Rupanya istriku tahu, lalu tangannya turun membuka belahan memeknya sendiri. Mata tak pernah lepas memandangi indahnya memek istriku, biji itilnya nonjol keluar, lobang kawin dimemeknya basah berlendir. Aku pegang kontolku, terus aku taruh pada lobong memeknya, pelan namun pasti unjung kontolku mulai masuk, rasanya seret berdenyut-denyut. Bibir istri meringis, sesekali terdengar lenguhannya.
“Sakit.........uh.......sakit.........pelan........mas, memekku perih.” Sejenak aku biarkan kontolku sampai lobang memek istri dapat menerimanya. Aku harus sabar, aku ingin Rindu merasakan nikmatnya diperawani. Kembali aku tindih tubuh istriku, sepasang susunya terasa mengganjal dadu, rasanya lembut, empul lagi. Aku lumat bibirnya yang merah merekah. Setelah lobang memeknya mulai terbuka, kembali aku tusuk pelan-pelan.....bles......bles.
“Mas pelan mas.........perih banget mas........mas memekmu seperti terbelah mas........sakit.........uhuk.....uhuk........sakit mas.” Bibir istri mengatup keras sesekali meringis menahan rasa sakit dimemeknya. Aku kasihan sekali, akhirnya kontolku aku cabut, takut memek istriku lecet sampai berdarah.
“Mas......kok kontolnya dicabut.......terusin dong.” Aku usah air mata yang meleleh disudut matanya, ujung hidunya yang lancing aku kecup. Ciumanku turus kesusu lali perut dan memeknya. Aku lumat lembut bibir memekny yang kenyal, bau memeknya nikmat banget.
“Uu........uhukk........aaah......mas memekku diapain........enak.........terus mas........gigit terus memekku mas...” Lenguhan nikmat istriku membuat aku tambah semangat, lidah menjilat setiap inci lobang memeknya sampai terasa ada biji itil yang tersenggol lidahku. Nikmat banget biji itil istriku, aku isap kuat-kuat.
“Aaaaaaaaaakhh........aaah........mas........mas..........aku mau pipis, lepasin.......lepasin memekku.”Dua pahanya yang halus lembuat semakin kuat menjepit kepalaku. Aku hisap kuat-kuat ujung itilnya yang ngaceng itu, sampai akhirnya.......sluuurrrrr.......cret.....cret.....cret, air pejuhnya mengalir deras menyemprot bibirku yang masih nempel dimemeknya.
“Mas.........aku lemes banget, kamu nakal mas.........masak itilku disedot-sedot..........mas rasain kena kencingku.” Aku hanya tersenyum saja, tubuhnya yang sintal aku peluk erat.
“Rin.......tadi itu bukan air kencing.........tapi yang keluar air pejuhnya.”
“Maafin aku ya mas.......saking enaknya terpaksa aku kencing dimulutmu, habis.........mas ini bandel sih.”
“Rin.....boleh nggak aku ngambil perawanmu.........kontolku pengin masuk dalam lobang memekmu......boleh ya sayang.........”
“Ambil saja........mas..........aku ini istrimu, ambillah mas........aku ikhlas.......aku bahagia.....mas.” segera aku kangkangi tubuh istri, memeknya aku tusuk pelan-pelan, karena sudah banjir memek istriku tambah licin. Tapi lobangnya masih sempit dan......bles.....bles.........blus........blesek.
“Uuuhhh..........aaaaah.” istri menjerit bibir bawah digigit. ”Memekku..........mas.........itilku..........mas enak banget..........terus..........trus..........masukin kontolmu mas.” Aku tambah semangat menggenjot memek istriku, tapi lobang memeknya menjepit kenceng sampai kontol terasa ngilu, sulit digerakkan. Denyutannya tambah kuat-kuat, kontolku seperti disedot kuat-kuat.
“Uuuuuuh.........uunaaaaaaah.........ehek......ehek.” Aku hanya bisa mendesah menahan nikmatnya sedotan memek istriku. “Rinnn......enak.........nikmat banget.........Rinnnnn memekmu sempit banget.” Tubuhku ambruk tak bertenaga, istriku memeluk erat-erat, kontolku aku tanam dalam-dalam pada lobang memeknya yang nikmat. Aku istirahat sebentar sambil nyusu, pentilnya aku hisap, aku sedot-sedot, kadang tanganku meremas-remas susunya yang padat. Ketika aku mau mencabut keluar kontolku dari lobang memeknya, dua kaki istriku menekuk melingkar dipantatku.
“Mas...........kon......kon.....tolmu jangan dicabut, biarkan memekku menikmati.........enak banget mas.”
“Rinn.......kontolku pegel banget........lepasin sebentar ya......Rinnnn.” Tubuhku aku angkat, tapi tangan sama kaki istriku makin kuat memeluk tubuhku.
“Enggak bisa.......biarin.........memekku sakit.........kontolmu harus pegel. Rasain jepitanku.........aku sedot pujuhmu sayang.........enak banget kontolmu mas.........jangan dicabut ya sayang.......Biarkan memekku merasakan enaknya kontol.” Aku sayang sekali sama Rindu, aku biarkan kontolku dinikmati memeknya yang baru hilang keperawannya. Bahkan aku tanam dalam-dalam kontolku, sekarang rasa pegel sudah hilang. Aku bangkit lagi, dengan bertumpu tangan, pantatku aku ayunkan naik turun, pelan-pelan kontolku ngocok memek istriku, rasanya nikmat banget, memeknya enak-kenyal. Satu jam kami menikmati persetubuhan pertama, sampai akhirnya aku tidak kuat lagi menahan air pejuh. Lalu....slur.....slur..........sluuuuuuuuuuur....cret......cret......creeeeeeeetttt, air pejuhku memancar nyemprot dalam memek istriku. Tubuhku ambruk menindih istriku, sementara dua kaki istriku menjepit kembali pantatku.
“Mas......enak banget.............cintamu nikmat mas............air cintamu hangat banget mas....” Tangannya merangkul erat leherku ditarik bibirnya melumat kuat-kuat bibirku. Memeknya tambah kuat menggigit kontolku, air pejuhku dihisap kuat-kuat sampai habis.
“Mass.......aku cinta kamu...........mas hamili aku, aku pengin mengandung anakmu masss.”
“Makasih ya Rin, makasih banget kamu mau jadi istriku..........cintamu enak banget.”
“Iya mass.........aku bahagia sekali perawan dinikmati suamiku tercinta. Mas kamu suamiku buat selama-lamanya.” Akhirnya kami tertidur pulas, tapi istri balik posisi diatas, kontol masih dijepit memeknya, tahan kuat-kuat tidak boleh keluar.
Menjelang dua bulan kemudian istri terlambat bulan, istriku hamil, aku makin tambah sayang. Dan yang lebih lagi istriku tambah mengerti kesibukkanku dikantor. Rumahku sekarang tambah bersih, rajin dan indah. Meskipun Rindu sedang hamil, sering minta kawin, bahkan ketika umur kandungannya menjelang 9 bulan memeknya masih semangat menerima tusukan-tusukan kontolku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar