Senin, 30 September 2013

Pengalamanku yang menyenangkan 2


“Mas.........janji.........ya........mau jadi suamiku”
“Ya.........Nit........kapan kamu mau jadi istriku.......ta?”
“Ya........nikahi aku dulu, mau ya mas.” Aku lihat ada kesungguhan dimata mas Jiprit, trus aku peluk erat. “Mas.........tadi pejuhmu banyak banget masuk dalam rahimku, sekarang aku hamil.....dalam perutku sudah ada benih anak kita mas.” Aku terus merengek-rengek sambil terisak takut mas Jiprit tidak tanggung jawab.
“Nit........aku harus bersumpah pakai apa nit, besok kalau kamu mau kita datang kepenghulu, kita nikah besok, kamu mau kah aku nikahin.” Mendengar jawabannya yang sungguh-sungguh hatiku menjadi tenang.
“Aku capai banget, pelukin mas. Kamu tidur sama aku ya mas.”
Setelah persetubuhanku yang pertama, aku semakin keranjingan ingin selalu menikmatinya setiap saat. Ditambah lagi oleh faktor usiaku yang masih belia, maka tuntutan birahi itu semakin menjadi-jadi. Setiap ada kesempatan aku selalu mengulanginya, setiap aku menginginkannya aku paksa om Jiprit untuk segera menuntaskannya. Sekarang setiap bagian-bagian tubuhku mulai berubah total. Sepasang susuku yang dulu hanya sebesar bola tenis, kini tambah membesar, pentilku juga ikut membengkak akibat sering dilumat om Jiprit. Bagian memeku otomatis berubah total, bulu jembut tambah lebat, mungkin kerana dapat tambahan vitamin dari air perjuh om Jiprit. Biji itilku yang sering dijilat kini mencuat seperti keluar dari sarangnya. Lubang memekku tambah longgar karena sering ditusuk kontal besar milik om Jiprit. Punggulku mulai melekuk indah seperti gitar spanyol. Semuanya memang berubah, termasuk penampilan fisikku. Meski demikian, sedikitpun tidak mengurangi kecantikanku, bahkan teman-teman lelaki sering memuji penampilan tubuhku semakin tambah seksi.
Sudah hampir enam tahun aku bersama om Jiprit selalu melakukan persetubuhan tanpa diketahui oleh siapapun. Setelah lulus SMA aku nagih janji sama om Jiprit. Yang siang itu ketika om Jiprit membutuhkan penyaluran birahi, aku tagih janji ketika pertama kali mengambil keperawananku.
“Mas....., kamu sayang nggak sih sama aku.”
“Nit......, kenapa kamu nanya begitu ?” Om Jiprit mulai mencium pipiku.
“Mas........., masih ingat ketika kamu mengambil keperawanku. Mas pernah janji apa sama aku.” Aku membalas ciumannya. Sementara tangannya meraba, mulai meremas susuku.
“Oh itu........, ya jelas sayang dong. Aku tidak mau Nitaku yang cantik ini diambil orang lain.” Remasannya membangkitkan birahiku, kali ini aku coba bertahan. Aku ingin tahu janjinya yang dulu, aku ingin tahu niat baiknya. Tangannya aku tarik turun meraba perut.
“Mas........mau kan janji suami Nita.”
“Ya....jelas mau jadi suami buat wanita secantik Nita, aku tidak mampu menolak keinginanmu.” Perutku diraba-raba, tapi belum tahu apa yang aku maksudkan.
“Mas........, sekarang benih yang sering kamu tanam sudah tumbuh dirahimku. Aku hamil mas, mas maukan tanggunjawab sama aku.”
“Nit, jadi.....jadi.....sekarang kamu hamil.” Dia nampak bahagia sekali, senyumnya mengembang. “Nit....kok baru bilang sekarang, sudah berapa bulan Nit.” Lalu dipeluknya aku erat-erat.
“Mas.......sudah satu bulan. Mas mau ya tanggung jawab sama Nita.”
“Sekarang aku akan bilang sama orangtuamu, aku mau melamarmu sekarang. Kamu mau kan aku lamar.” Demi mendengar jawabannya aku sangat bahagia sekali.
“Ya mas........, jangan sekarang, nanti malam saja.” Aku lumat bibirnya kuat-kuat, namun itu hanya sebentar. Kemudian direbahkan tubuhku, kepalaku bersandar pada pangkuannya. Tangannya mengusap-usap lembut rambutku yang panjang terurai.
“Nit....., sekarang kamu pulang dulu ya, orang tuamu  dikasih tahu dulu.”
“Tapi mas......, aku masih pengin bersama kamu, mas......aku bahagia sekali. Nanti malam datang ya....., aku sudah tidak sabar pengin dilamar sama kamu.”
Malam itu mas Jiprit datang kerumahku, dua orangtuaku menemui seperti biasa, mereka tampak akrab sekali. Aku menyiapkan minuman dan makanan kecil.
“Maaf sebelumnya yang mas ya mbak. Kali ini kedatanganku kesini ada hal penting yang mau aku sampaikan.” Aku tersenyum saja sambil menghidangkan minuman.
“Ada apa dik, kamu itu sudah sebagai keluargaku sendiri, tidak usah basa-basi begitu.” Ayah santai saja menanggapinya.
“Sukurlah mas, tapi kali ini aku mohon maaf kalau ada kata-kataku yang kurang berkenal bagi kalian. Kedatanganku kali ini mau menyampaikan hubunganku dengan Nita.” Sekilas aku melihat ada rasa kaget pada ayah dan ibuku.
“Maksud dik Jiprit itu... hubungan seperti apa, kan kita ini sudah menjadi keluarga dik.” Kali ini ibuku ikut bicara.
“Tadi mas dan mbak Bandi sudah menganggap kita sudah menjadi keluarga. Tapi aku ingin ada ikatan keluarga yang sesungguhnya.”
“Maksud kamu bagaimana dik....., aku jadi bingun, kamu membawa-bawa Nita.” Ayah dan ibu masih bingung. “Sekali lagi bicara terus terang, biar aku tahu maksudmu dik.”
“Begini mas..., mbak. Ijinkan aku memanggil kalian berdua bapak dan ibu. Dan aku minta ijin sama bapak dan ibu mau meneruskan hubunganku dengan dik Nita.”
“Dik........aku jadi tambah bingung, terus terang saja, ada apa ini.” Ayahku menjadi tambah bingung. “Nit.....Nita........kamu kesini” Aku segera mendekat, lalu duduk disamping mas Jiprit.
“Maksudku bagini.” Mas Jiprit menghela napas sebentar.”Begini Pak......bu........aku ingin meminang dik Nita menjadi istriku.” Demi mendengar ucapan mas Jiprit dua orangtuaku terlonjak kaget.
“Apa, apa-apaan kamu dik.” Ayah bicara keras membentak mas Jiprit, hatiku makin gelisah aku takut sekali dua orangtua tidak merestuinya. Namun mas Jiprit nampaknya masih tetap tegar, tidak ada rasa gentar.
“Pak......, bu.......bener aku mau melamar dik Nita, aku mohon restuilah hubungan ini.” Mas Jiprit tetap berkata lembut dan sopan.
“Nita.......nita.......apa bener kamu ada hubungan cinta sama Jiprit.” Kali ini ayah membentakku, aku hanya mangangguk.
“Ya.....yah, Nita cinta banget sama mas Jiprit.” Aku terbata-bata menjawabnya, meski ada rasa cemas dalam hatiku.
“Ayah tidak setuju, lebih baik hubunganmu sama Jiprit bubar saja.” Ayah nampak marah sekali demi mendengar jawabanku.
“Pak.......sabar dulu.” Mas Jiprit menyela.
“Jiprit!! Diam kamu, aku tidak butuh lagi jawaban, aku ingin kamu meninggalkan anakku.
“Mas, sabar dulu.....sabar mas.” Ibuku berusaha menenangkannya, aku hanya dapat menangis sesenggukan, ketika ayah menarik tanganku menjauh dari mas Jiprit.
“Sekarang, lebih kamu pulang. Keluar dari rumahku Jiprit....keluar......sana keluar.” Akhirnya mas Jiprit mengalah, setelah pamit dia melangkah keluar meninggalkan aku.
Kemudian ayahku memarahiku habis-habisan. Sementara aku hanya bisa menangis, sedangkan ibu tidak dapat berbuat apa. Sejak saat itu ayah melarang aku keluar rumah, aku dikurung dalam kamar. Setiap hari yang aku lakukan hanya menangis. Aku hanya bisa berharap mas Jiprit datang lagi, meminta pada ayah merestuinya. Untuk menenangkan kemarahan ayah, aku mengalah, aku menurut. Dan ketika bulan kedua perutku semakin mual, rasanya seperti ada yang mengganjal dalam perutku. Kali ini kehamilanku yang sudah tiga bulan, jadi senjata agar ayah merestuinya. Ibuku yang sudah tahu kehamilanku, berusaha membujuk ayah. Meskipun masih kecewa, ayah menyuruhku untuk menemui mas Jiprit.
Aku merasa lega kembali dapat menemui mas Jiprit. Pagi hari aku segera datang menemui mas Jiprit dirumahnya.
“ Mas........mas.......mas Jiprit, ini aku Nita.” Aku cemas sekali karena rumah mas Jiprit sepi, aku cemas sekali. Aku takut sekali ditinggal sama mas Jiprit.
“Ada apa....Nit kok kamu datang kesini. Apa ayahmu sudah tahu.” Nampaknya mas Jiprit baru bangun, aku yang sudah dua bulan terkurung tidak dapat membendung rasa rindu. Aku segera menubruk mas Jiprit, aku peluk erat-erat sambil menangis.
“Mas.......jangan tinggalin aku ya.” Mas Jiprit membalas pelukakku, aku bahagia sekali demi merasakan kembali kasih sayang yang selama dua bulan terputus.
“Ada apa Nit....”
“Gini mas....? Ayah dan ibu sudah tahu kehamilanku. Mas...kamu nanti malam disuruh datang kerumah.”
Meski dengan berat hati akhrinya ayah menyetujui pernikahan kami. Acara pernikahan berlangsung sangat sederhana. Setelah semua selesai aku ikut suami yang pindah kontrakan. Tetapi kami hanya menikmati perkawinan itu hanya tiga tahun. Perkawinan kami tidak bertahan lama, setelah anakku berumur 2 tahun aku dengan terpaksa akhirnya berpisah dari mas Jiprit yang sangat aku cintai. Ayahku menggunakan jasa preman untuk mengusir mas Jiprit meninggalkan kota yang penuh kenangan. Aku takut sekali kalau mas Jiprit sampai dibunuh, akhirnya aku mengalah demi keselamatan mas Jiprit. Setelah berpisah aku disuruh kuliah di Jerman, sedangkan anakku dibawa pergi oleh mas Jiprit entah kemana.

1 komentar: